Kesehatan, Portal.id – Serangan jantung bisa terjadi kapan saja, di mana saja. Namun dalam sejumlah penelitian, terungkap bahwa Senin dan pagi hari merupakan waktu-waktu paling rawan terjadinya serangan jantung yang mematikan.
Dilansir detikHealth, salah satu penelitian yang mengungkap hal tersebut dipresentasikan dalam British Cardiovascular Society (BCS) baru-baru ini. Penelitian tersebut melibatkan 10 ribu lebih pasien di seluruh penjuru Irlandia, yang diamati antara 2013-2018.
Hasilnya, ditemukan lonjakan kasus ST-segment elevation myocardial infarction (STEMI), salah satu jenis serangan jantung paling serius, paling tinggi pada hari Senin. Jumlah kasus yang tinggi juga teramati pada hari Minggu.
Fenomena ini dikenal juga dengan istilah Blue Monday. Para ilmuwan hingga saat ini tidak bisa menjelaskan secara pasti, kenapa serangan jantung STEMI lebih sering terjadi pada hari Senin, namun diyakini berhubungan dengan ritme sirkadian yang mengatur siklus tidur-bangun.
“Kami menemukan korelasi statistik yang kuat antara awal pekan bekerja, dengan insiden STEMI. Ini sudah dideskripsikan sebelumnya, tapi masih bikin penasaran,” kata Dr Jack Laffan yang memimpin penelitian tersebut, dikutip dari Eurekalert.
Tak heran jika para ilmuwan belum bisa menjelaskan dengan pasti, karena bahkan ada juga penelitian lain yang menemukan fakta sebaliknya. Beberapa penelitian lain menegaskan dogma yang banyak dianut, bahwa serangan jantung bisa terjadi kapan saja.
Dr Summet Chugh dari Heart Rhythm Center at Cedars-Sinai dalam penelitiannya pada 2019 menemukan justru serangan jantung paling sering terjadi pada sore hari yakni 31,6 persen. Hanya 13,9 persen terjadi di pagi hari, dan 27,6 persen pada malam hari.
Penelitian Chugh juga mementahkan anggapan bahwa serangan jantung paling sering terjadi pada hari Senin. Dalam penelitiannya, Chugh tidak menemukan ‘peak’ atau lonjakan kasus pada hari tertentu, dan satu-satunya tren yang teramati adalah kasusnya lebih rendah pada hari Minggu.
“Saya pikir kita perlu berpikir sedikit tentang perubahan dalam kita menjalani hidup, bekerja dan bermain, dalam kaitannya dengan kultur 24/7 kita, dan dampaknya bagi tubuh kita, dan apakah mungkin mengganggu beberapa ritme sirkadian kita,” kata Chugh, dikutip dari CNN.