Kendari, Portal.id – Pavel Durov, sosok visioner di balik dua platform digital besar, VKontakte dan Telegram, telah melalui perjalanan hidup yang penuh tantangan dan kontroversi. Dikenal sebagai pendiri VKontakte (VK), jejaring sosial terbesar di Rusia, Durov terpaksa menghadapi kenyataan pahit ketika dirinya dipaksa mundur dari perusahaan yang ia bangun sendiri. Keputusan tersebut terjadi pada tahun 2014 setelah Durov menolak untuk memenuhi permintaan pemerintah Rusia yang ingin mengakses data pengguna VK dan menutup grup yang mendukung oposisi politik. Tekanan politik yang terus meningkat membuat Durov memilih untuk menjual sahamnya dan meninggalkan VK.
Keputusan untuk meninggalkan Rusia diambil Durov setelah insiden tersebut. Ia merasa bahwa kebebasan berekspresi dan privasi digital semakin terancam di tanah kelahirannya. Sejak itu, Durov hidup sebagai warga dunia tanpa tempat tinggal tetap, sering berpindah-pindah dari satu negara ke negara lain, sambil terus mengembangkan proyek-proyek teknologi yang mendukung kebebasan individu.
Telegram, aplikasi pesan instan yang diluncurkan Durov pada tahun 2013, menjadi simbol perlawanan terhadap upaya pemerintah untuk mengontrol komunikasi digital. Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi Durov adalah upaya pemblokiran Telegram oleh pemerintah Rusia pada tahun 2018. Penolakan Durov untuk memberikan akses ke kunci enkripsi pengguna kepada pihak berwenang membuat Telegram diblokir di Rusia selama dua tahun. Meskipun demikian, aplikasi ini tetap digunakan oleh jutaan orang di Rusia hingga akhirnya blokir tersebut dicabut pada tahun 2020.
Selain di Rusia, Telegram juga menghadapi tekanan dari pemerintah di berbagai negara lain seperti Iran, China, dan beberapa negara Timur Tengah. Aplikasi ini dianggap sebagai ancaman oleh pemerintah-pemerintah tersebut karena menyediakan platform komunikasi yang terenkripsi dan sulit dipantau. Namun, Durov tetap teguh pada prinsip-prinsipnya untuk menjaga privasi dan kebebasan berekspresi bagi penggunanya di seluruh dunia.
Tak hanya menghadapi tantangan politik, Durov juga terlibat dalam kontroversi di dunia kripto. Pada tahun 2018, ia meluncurkan proyek blockchain bernama TON (Telegram Open Network) dan merencanakan penerbitan mata uang kripto bernama Gram. Sayangnya, proyek ambisius ini terganjal masalah hukum dengan Komisi Sekuritas dan Bursa AS (SEC), yang menuduh Telegram melakukan penawaran sekuritas ilegal. Akibatnya, proyek TON harus dihentikan pada tahun 2020, dan Telegram setuju untuk mengembalikan dana kepada investor.
Kisah perjalanan hidup Pavel Durov adalah cerminan dari perjuangan seorang inovator yang terus berjuang mempertahankan prinsip-prinsip kebebasan digital, meski harus menghadapi berbagai tantangan dari pihak-pihak yang ingin membatasi ruang gerak teknologi yang ia ciptakan. Dari VKontakte hingga Telegram, Durov tetap teguh pada keyakinannya bahwa privasi dan kebebasan berekspresi adalah hak fundamental yang harus dijaga, apapun risikonya.