Jakarta, portal.id – Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sedang mempertimbangkan pembiayaan perawatan bagi pasien yang melukai diri sendiri karena pengaruh gangguan kesehatan jiwa.
“Memang skema itu perlu kajian lagi, karena sedang jadi perdebatan. Dalam asuransi, orang melukai diri sendiri, seperti olahraga ekstrem yang berisiko mencederai diri sendiri, gantole misalnya, tidak dijamin,” kata Direktur Utama BPJS Kesehatan Ghufron Mukti yang dikonfirmasi di Jakarta, Senin.
Menurut Ghufron, muncul pendapat bahwa seseorang yang melakukan tindakan melukai diri sendiri sebagai rangkaian upaya bunuh diri dipicu pengaruh gangguan kesehatan jiwa.
“Termasuk bunuh diri. Tapi kan itu masih dalam perdebatan, dia bunuh diri karena sakit atau bukan. Kalau tidak sakit, dia tidak akan bunuh diri. Itu sedang dalam penelitian,” katanya.
Ghufron mengatakan, BPJS Kesehatan sedang mempertimbangkan untuk membiayai pemulihan luka akibat percobaan bunuh diri selama bisa dibuktikan secara klinis karena pengaruh gangguan jiwa.
“Sumber pendanaan yang sedang dipertimbangkan berasal dari Dana Jaminan Sosial (DJS) yang merupakan dana amanat milik seluruh peserta,” katanya.
Dana itu yang merupakan himpunan iuran beserta hasil pengembangannya yang dikelola oleh BPJS Kesehatan untuk pembayaran manfaat kepada peserta dan pembiayaan operasional penyelenggaraan program jaminan sosial
“Kalau memang itu orang sakit, secara kemampuan BPJS Kesehatan punya yang namanya DJS. Kalau cukup kenapa tidak,” katanya.
Sebelumnya, Direktur Kesehatan Jiwa (Keswa) Kementerian Kesehatan Vensya Sihotang mengatakan tindakan melukai diri sendiri akibat gangguan jiwa perlu memperoleh tanggungan biaya perawatan BPJS Kesehatan.
“Saat ini belum semua biaya perawatan pasien akibat gangguan kesehatan jiwa ditanggung BPJS Kesehatan. Tapi harapannya bertahap, berproses untuk bisa ditanggung,” katanya.
Mengacu kepada Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, penyandang disabilitas jiwa mendapatkan akses pengobatan BPJS Kesehatan, seperti rehabilitasi medis dan konseling dengan psikolog di fasilitas kesehatan. Tapi, hal tersebut harus sesuai dengan diagnosis dan indikasi medis yang diberikan oleh dokter.
Vensya mengatakan luka yang diderita penyandang disabilitas jiwa belum termasuk dalam tanggungan BPJS Kesehatan. Padahal, kejadian itu dapat berujung pada tindakan bunuh diri.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, kata Vensya, lebih dari 19 juta penduduk berusia lebih dari 15 tahun di Indonesia mengalami gangguan mental emosional, dan lebih dari 12 juta penduduk berusia lebih dari 15 tahun mengalami depresi.
Selain itu, berdasarkan Sistem Registrasi Sampel yang dilakukan Badan Litbangkes tahun 2016, diperoleh data bunuh diri per tahun sebanyak 1.800 orang, atau setiap hari ada lima orang melakukan percobaan maupun bunuh diri.
Sebanyak 47,7 persen korban bunuh diri terjadi pada usia 10 hingga 39 tahun yang merupakan usia anak remaja dan usia produktif.
Laporan UNICEF secara global mengungkap kejadian itu lebih dominan dialami kaum remaja usia 13 hingga 15 tahun.
“Berdasarkan data UNICEF terjadi peningkatan kasus percobaan bunuh diri pada remaja perempuan dari 4,8 persen ke 6,2 persen pada 2007 hingga 2015, sementara pada laki-laki meningkat dari 3,2 persen menjadi 4 persen pada kurun yang sama,” katanya.