Sulawesi Tenggara

Dari Sampah ke Energi: Harapan Baru atau Tipu-Tipu Lama?

×

Dari Sampah ke Energi: Harapan Baru atau Tipu-Tipu Lama?

Sebarkan artikel ini
Seorang pemulung
Seorang pemulung bergegas mendekati tumpukan sampah yang baru ditumpahkan dari truk di TPA Puuwatu Kota Kendari, Kamis, 1 Mei 2025. TPA ini merupakan yang terbesar di Sultra dengan volume sampah yang masuk sekitar 270 ton per hari

Co-firing sebagai solusi

Menyadari peran vital ini, pemerintah berinisiatif mendorong gagasan ekosistem energi kerakyatan dalam program co-firing berbasis sampah dan biomassa. Program ini bertujuan meningkatkan bauran energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia.

Co-firing sendiri adalah metode pencampuran bahan bakar alternatif—seperti RDF (refuse derived fuel) dari sampah dan BBJP (bahan bakar jumputan padat) dari biomassa—dengan batu bara di pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).

Sejak tahun 2021, program mulai masif dilaksanakan untuk mengurangi ketergantungan pada pemakaian batu bara di PLTU, karena bahan bakar fosil itu dianggap tidak ramah lingkungan.

“Melalui pemberdayaan masyarakat, teknologi co-firing ini mengajak warga untuk terlibat aktif, mulai dari menanam tanaman biomassa hingga mengolah sampah rumah tangga menjadi pelet pengganti batubara,” ungkap Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo, dalam keterangan resmi yang dikutip dari laman pln.co.id, Senin, 28 April 2025.

Data PLN menyebut, pada 2023, program co-firing telah diterapkan di 43 PLTU batubara di Indonesia. Jumlahnya meningkat menjadi 47 PLTU pada 2024. Untuk tahun ini, jumlahnya bakal naik menjadi 52 PLTU.

Dalam penerapan co-firing, BUMN yang jualan setrum ini menargetkan penggunaan biomassa sebanyak 10,2 juta ton pada tahun ini, yang diproyeksi dapat menekan emisi karbon hingga 11 juta ton CO₂.

Selain PLN, langkah inisiatif menekan emisi karbon juga dilakukan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dibawah perintah Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq.

Caranya, dengan menutup 343 tempat pemrosesan akhir (TPA) sampah di seluruh Indonesia yang masih beroperasi dengan sistem open dumping. Penutupan ini akan dilakukan bertahap mulai tahun ini.

Kebijakan itu merupakan bagian dari visi zero waste, zero emission (ZWZE) 2050 yang diusung KLHK, untuk menekan emisi gas rumah kaca, khususnya metana, dari pembusukan sampah yang tidak terkendali di TPA.

Sesuai laporan intergovernmental panel on climate change (IPCC) di laman milik badan perlindungan lingkungan Amerika Serikat, epa.gov,  satu ton metana memiliki efek pemanasan 28 kali lebih besar daripada satu ton karbon dioksida dalam periode 100 tahun.

Terkait penutupan TPA, Menteri Hanif menyatakan, pemerintah telah menyiapkan strategi pengelolaan pasca-TPA. Salah satu pendekatan utamanya ialah mengubah sampah menjadi sumber energi alternatif.

“Transformasi sistem pembuangan sampah mencakup dorongan penggunaan teknologi waste-to-energy untuk mengolah sampah menjadi energi,” tegas Hanif dalam konferensi pers yang disiarkan secara daring, medio Maret 2025 lalu.

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan ikuti WhatsApp channel portal.id