Sulawesi Tenggara

Dari Sampah ke Energi: Harapan Baru atau Tipu-Tipu Lama?

×

Dari Sampah ke Energi: Harapan Baru atau Tipu-Tipu Lama?

Sebarkan artikel ini
Seorang pemulung
Seorang pemulung bergegas mendekati tumpukan sampah yang baru ditumpahkan dari truk di TPA Puuwatu Kota Kendari, Kamis, 1 Mei 2025. TPA ini merupakan yang terbesar di Sultra dengan volume sampah yang masuk sekitar 270 ton per hari

Kawasan Sampah Terbesar

Salah satu daerah sasaran program co-firing adalah Sulawesi Tenggara (Sultra). Dimana sejak tahun 2020, PLTU Nii Tanasa yang beroperasi di Kabupaten Konawe, telah melaksanakan uji coba program ini.

Pada pembangkit PLTU berkapasitas 2 x 10 MW, biomassa dari cangkang sawit dan woodchip atau cacahan kayu gamal dicampurkan dengan batu bara, dengan porsi pencampuran 5 % biomassa, 95 % batu bara.

Team Leader Rendal Operasi dan Bahan Bakar PLTU Nii Tanasa, Septyan Ashfaadien menuturkan, saat ini pihaknya menggunakan biomassa sebesar 50 ton per hari, untuk dua pembangkit listrik.

Untuk menjaga pasokan, PLTU Nii Tanasa penyimpanan stok biomassa dari cangkang sawit di fasilitas pembangkit listrik sebanyak 1600 metrik ton, dan woodchip kayu gamal sebesar 9000 metrik ton.

“Sebelum ada program co-firing biomassa, masing-masing pembangkit menggunakan batubara sekitar 371 metrik ton per hari,” terang Septyan saat ditemui di Kantor PLTU Nii Tanasa, awal Maret 2025 lalu.

Terbaru, program co-firing di daerah berjuluk Bumi Anoa ini didorong memanfaatkan sampah sebagai RDF, sebagai bahan bakar pendamping batu bara pada pembangkit listrik di PLTU Nii Tanasa.

Untuk rencana ini, PT PLN Energi Primer Indonesia (PLN EPI) sebagai subholding PT PLN yang menjalankan program co-firing menggandeng Pemerintah Kabupaten Konawe, Konawe Selatan dan Pemerintah Kota Kendari.

Pj Walikota Kendari, Muhammad Yusuf, Pj Bupati Konawe, Stanley dan Bupati Konsel Surunuddin Dangga
Pj Walikota Kendari, Muhammad Yusuf, Pj Bupati Konawe, Stanley dan Bupati Konsel Surunuddin Dangga usai meneken kerjasama dengan PT PLN EPI. (foto: Dok Humas Stratnas PK)

Ketiga daerah ini dipilih karena menjadi daerah penghasil sampah terbesar di Sultra, dan selama ini masih mengelola sampahnya secara tradisional dengan sistem open dumping di TPA.

Data sistem informasi pengelolaan sampah nasional (SIPSN) KLHK menyebut, produksi sampah di Kota Kendari yang terbesar di Sultra dengan 242.25 ton per hari di tahun 2023, dan meningkat menjadi 255.82 di tahun 2024.

Dari sumber berbeda, volume sampah yang diproduksi di Kabupaten Konawe tercatat sebanyak 106.52 ton per hari di tahun 2023, dan meningkat menjadi 108 ton per hari di tahun 2024.

Untuk di Konawe Selatan, tidak ada data spesifik tentang jumlah sampah yang tersedia. Sedangkan untuk tingkat provinsi, dari data SIPSN KLHK terungkap, volume harian sampah di Sultra mencapai 1000 lebih ton per hari.

Tingginya volume timbunan sampah yang diproduksi di tiga daerah itu membuat ketiganya antusias segera memproduksi RDF, sesuai skema kerjasama dengan PLN yang diteken Agustus 2024 lalu itu.

Pasalnya, di daerah itu sampah telah lama menjadi masalah pelik yang timbul tenggelam. Keringnya ide dan inisiatif pengolahan selain open dumping, membuatnya jadi bom waktu yang bisa meledak kapan saja.

Co-firing berbasis RDF menjadi satu-satunya solusi. Bahkan dianggap ‘durian runtuh’ karena bisa menjadi sumber PAD baru, dan juga menjadi lapangan kerja baru bagi masyarakat.

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan ikuti WhatsApp channel portal.id