Muna, portal.id – Kuasa Hukum Calon Kepala Desa (Cakades) Wawesa Terpilih La Ode Askar meminta kepada Bupati Muna dan Desk Pilkades nya untuk mengurungkan niatnya melaksanakan Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) Muna karena dinilai melanggar aturan yang berlaku.
“Saya sungguh prihatin dengan cara Bupati dan Desk Pilkadesnya yang begitu bergairah dengan sadar bertindak diluar aturan hukum, mengabaikan dan tidak mengakui serta menginjak-injak peraturan yang dibuat sendiri dan bagi saya ini mengerikan,”ujar Hidayatullah SH.
Kata dia, melahirkan keputusan subyektif yang tidak ada norma pengaturannya seperti Bupati Muna yang membuat Keputusan No. 630 Tahun 2022 tentang Penetapan Hari dan Tanggal Pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang Pilkades Pada Desa Wawesa, Desa Parigi, Desa Kambawuna, dan Desa Oensuli, yang terbit tanggal 23 Desember 2022 adalah Keputusan Bupati Muna yang cacat formil (cacat hukum) karena kekurangan yuridis dimana norma yang tidak mengatur dengan jelas tentang Pemungutan Suara Ulang.
Lanjutnya, hampir semua UU dan beleids regel pengaturan Pilkades Tidak ada Pemungutan Suara Ulang mulai dari UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa juncto PP No. 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa juncto Permendagri No. 112 Tahun 2014 tentang Pemilihan Kepala Desa, sebagaimana diubah terakhir kali dengan Permendagri No. 72 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Permendagri No. 112 Tahun 2014 tentang Pemilihan Kepala Desa juncto Peraturan Bupati Muna No. 48 Tahun 2022 tentang Pedoman Pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa, bahwa Bupati Muna menurut ketentuan apabila ada sengketa maka hanya dapat mengeluarkan keputusan dengan dapat memerintahkan BPD sebatas norma yang diatur berdasarkan Pasal 112 ayat (5) huruf a bahwa tindak lanjut putusan Tim Penyelesaian Perselisihan Pemilihan Kepala Desa dalam memberikan putusan penyelesaian perselisihan, adalah:
“a). menyatakan adanya kesalahan Panitia Pemilihan, Bupati memerintahkan BPD untuk melaksanakan penghitungan suara ulang”.
“Bahwa berdasarkan ketentuan norma hukum di atas, maka Pemungutan Suara Ulang tidak terdapat norma konstitusional yang mengatur terkecuali norma Penghitungan Suara Ulang,”katanya.
Kata dia, kalaupun PSU dilakukan apa kebijakan teknis hukum sebagai aturan yang mengikat semua pihak baik BPD yang mengangkat PPKD, apa yang mengikat Pemilih dan Calon Kepala Desa sebagai yang dipilih ulang, dan bagaimana petunjuk teknis dalam bentuk Peraturan Bupati tentang Mekanisme, Prosedur dan Tatacara Pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang karena Peraturan Bupati No. No. 48 Tahun 2022 tidak mengakomodir segala urusan yang mengatur Pemungutan Suara Ulang.
“Jadi baiknya Bupati dan Desk Pilkades Muna coba untuk kembali menyadari kearogansiannya. Tidak boleh bertindak abuse off power, ini praktik maladministrasi dengan Perbuatan Melawan Hukum dengan semena-mena. Selain menginjak-injak aturan hukum juga menciderai hak konstitusional warga masyarakat yang sudah memilih terlepas ada problematika beberapa pemilih tetapi tidak dapat mempengaruhi hasil pemilihan dengan keterpilihan klien saya La Ode Askar sebagi Cakades Wawesa Terpilih di Pilkades 24 November 2022 lalu,”katanya.
Ia menambahkan, Bupati Muna dan Desk Pilkades harus mempertimbangkan bahwa belum adanya aturan yang mengatur teknis kelengkapan administrasi dan format-format legalitas keabsahan dalam pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara dalam Pelaksanaan Pemungutan Suara sebagai paket ketentuan yang harus diatur dalam Peraturan Bupati Muna agar aspek kepastian hukum dapat terjamin dan pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang dapat dipertanggungjawabkan dihadapan hukum apabila dikemudian hari ada gugatan atau persoalan hukum yang terjadi.
Sebagai kuasa hukum Cakades Terpilih Laode Askar, saya sudah memastikan kasus ini akan bergulir di PTUN, Ombudsman, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena tindakan diluar aturan dan norma hukum apalagi dilakukan secara sadar pasti menyasar adanya perlakuan koruptif disana. Anggaran yang dipakai sudah tentu ilegal karena nomenklatur PSU tidak ada aturannya, maka tentu tidak ada anggarannya, akan berdampak sama dengan honorarium yang diterima petugas penyelenggara PSU di desa dan TPS akan dikategorikan sebagai penerimaan gratifikasi (suap). Dan ini akan kami laporkan,”ancamnya.
Tambah dia, tentu saya dengan tim kuasa hukum yang lain lagi mempelajari kasus ini ke wilayah pemidanaan, terkhusus tindakan penyimpangan hukum yang berdampak koruptif agar kedepan ada efek jera bagi para pejabat seperti Bupati Muna dan Desk Pilkades yang arogan dengan mencari-cari celah aturan untuk bertindak yang mengabaikan peraturan perundang-undangan – tidak boleh lagi terjadi di wilayah lain di Sultra termaksud di Indonesia.
“Kita berharap Bupati Muna dan Desk Pilkades muna untuk mengurungkan niatnya melaksanakan PSU illegal tersebut. Karena saya pastikan persoalan ini akan panjang dan kita akan berhadap-hadapan di banyak wilayah hukum,”harapnya.