NewsPeristiwa

Cerita Dibalik Kapal yang Tenggelam di Perairan Buteng, Motoris Dipaksa Penumpang untuk  Mengantar

×

Cerita Dibalik Kapal yang Tenggelam di Perairan Buteng, Motoris Dipaksa Penumpang untuk  Mengantar

Sebarkan artikel ini

Kendari, Portal.id — Dibalik insiden nahas tenggelamnya kapal pincara di Teluk Banggai, Kabupaten Buton Tengah (Buteng), Sulawesi Tenggara (Sultra) yang menewaskan 15 orang, rupanya menyimpan satu kisah dari Pak Saharudin (50), sang pengemudi atau motoris pincara.

Kepada awak media, ayah tiga anak ini menceritakan awal kejadian nahas yang menimpanya dan puluhan warga Kecamatan Mawasangka Timur lainnya.

Saat malam kejadian, Saharudin sebenarnya sudah berhenti mengoperasikan pincaranya dikarenakan malam yang telah larut. Namun, dirinya mendapat paksaan dari para penumpang yang sebagian besar adalah keluarganya, sebab mereka ingin menyaksikan konser musik pada perayaan HUT ke-9 Kabupaten Buton Tengah di Kecamatan Mawasangka Tengah.

Mendapat paksaan itu, Saharudin pun menyanggupi dan mematok tarif Rp5 ribu untuk setiap penumpang. Padahal tarif sebenarnya adalah Rp10 ribu per orang, namun karena jumlah penumpang yang banyak, ia pun menurunkan tarifnya.

Awal keberangkatan dari Desa Lagili menuju Desa Lakorua, Kecamatan Mawsangka Tengah sekira pukul 19.00 WITA berlangsung aman, pincaranya sandar dengan selamat di desa yang dituju.

“Saya antar dari Desa Lagili ke Lakorua itu selamat. Saya sudah kasi tahu kalau sudah cukup penumpang, tapi mereka memaksa katanya tidak apa-apa, jadinya saya mengingkut. Setelah antar, mereka bilang tunggu, akhirnya saya menunggu. Yang meminta itu anak-anak, yang mau pergi nonton bukan orang tuanya,” ujar Saharudin.

Namun, saat perjalan pulang menuju Desa Lagili kapal pincara miliknya telah kemasukan air di haluan sebelah kiri, sehingga perahu mengalami kemiringan.

Dia membeberkan, saat itu jarak perahu dengan dermaga pincara Desa Lagili sudah cukup dekat, sekitar 20 meter.

“Kalau tidak salah tinggal 20 meter lagi jembatan Desa Lagili itu, kondisi kapal sudah goyang, miring ke kiri,” bebernya.

Kepanikan para penumpang dengan kondisi pincara itu, diduga mengakibatkan perahu menjadi terbalik akibat penumpang berkumpul di satu sisi.

Untuk diketahui, Saharudin telah menjadi motoris pincara selama 4 tahun. Tarif yang dipatok yakni Rp10 per orang, dan Rp25 ribu bagi penumpang yang membawa motor.

Perahu rakitan yang digunakan untuk mengantarkan masyarakat yang ingin menyeberang adalah miliknya pribadi. Waktu operasinya sendiri sejak pagi hingga siang, namun apabila ada yang memboking untuk menyeberang malam, Saharudin terkadang menyanggupi. 

Pendapatannya dari menjadi motoris pincara ia pergunakan untuk menghidupi istri dan tiga orang anaknya, serta keluarganya yang lain. Namun nahas, Saharudin harus menelan pil pahit akibat insiden kecelakaan perahu yang menimpanya dan puluhan warga Kecamatan Mawasangka Timur lainnya membuat dirinya kini mendekam di balik jeruji besi.

Sebelumnya, insiden nahas tenggelamnya kapal penyeberangan di Teluk Banggai, Kecamatan Mawasangka Timur, Kabupaten Buton Tengah terjadi pada Minggu (23/7) sekira pukul 00.00 WITA.

Pincara tersebut tenggelam saat mengantar puluhan warga Desa Lagili, Kecamatan Mawasangka Timur yang hendak pulang seusai menonton konser musik di Mawasangka Tengah pada perayaan HUT ke-9 Kabupaten Buton Tengah.


Laporan: Ferito Julyadi

*Baca berita terkini lainnya di GOOGLE NEWS https://news.google.com/publications/CAAqBwgKMOXyuwsw8o3TAw
atau gabung di Channel WA Portal.id News Update, caranya klik link https://whatsapp.com/channel/0029VaLdQrVAInPtfv2KpA2p, kemudian gabung.