Jakarta, portal.id – Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Dr. (HC) dr. Hasto Wardoyo Sp.OG (K) mengatakan bahwa lembaganya telah melakukan Memorandum of Understanding (MoU) dengan Kementerian Agama (Kemenag) terkait pemeriksaan kesehatan bagi calon pengantin (catin).
Ia menuturkan, tiga bulan sebelum melakukan pernikahan, mereka harus memeriksakan kesehatannya terlebih dulu. BKKBN telah mengembangkan aplikasi elsimil sebagai basis pendataannya.
Elsimil adalah aplikasi yang dirancang khusus oleh BKKBN sebagai alat pemantau kesehatan dan edukasi seputar kesiapan nikah dan program hamil calon pengantin.
“Deklarasi Keuskupan Agung Samarinda Mendukung Upaya Pemerintah dalam Percepatan Penurunan Stunting di Kalimantan Timur,” katanya.
Dr. Hasto menjelaskan bahwa, jumlah catin yang mengisi aplikasi elsimil di Kalimantan Timur dari Januari hingga Juni 2023 hanya mencapai 798. Dari jumlah itu sebanyak 98 pasangan menikah di bawah umur 20 tahun.
“Mereka yang di bawah usia 20 tahun perlu pendampingan,” ujar dr. Hasto.
Dr. Hasto pun berharap Uskup Agung Samarinda, Mgr. Yustinus Harjosusanto MSF, dan para pastor di Kalimantan Timur mengajak umat yang akan menikah mengisi data pada aplikasi elsimil.
Berdasarkan data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI), di Kalimantan Timur terdapat 66.000 ibu hamil per tahun. Sementara yang menikah 60.000 per tahun.
Di depan peserta deklarasi yang berlangsung secara hybrid pada Sabtu (17/6/2023), di aula Keuskupan Agung Samarinda di Samarinda, dr Hasto memberikan apresiasi karena gereja Katolik sudah melakukan pembekalan pernikahan tiga bulan sebelum pemberkatan pernikahan berlangsung di gereja.
“Sebelum menikah, catin harus dikawal tentang bagaimana merawat diri di 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) janin/bayi. Jangan besarkan pre-wedding, tapi lakukan pre-konsepsi, yang biayanya jauh lebih murah,” ujar dr. Hasto.
Dengan melakukan pemeriksaan secara dini sebelum pernikahan, dr. Hasto mengatakan kesehatan ibu akan terpantau.
“Tubuh terlalu kurus, lingkar lengan kurang dari 23,5 cm harus mendapat perhatian. Anemia pada calon ibu juga harus mendapat perhatian serius. Silakan menikah, tapi jangan hamil dulu, sebelum kondisi membaik. Pakai kondom atau pil,” papar dr. Hasto.
Pentingnya pre-konsepsi karena sel telur disiapkan (oleh tubuh) 90 hari, sperma 75 hari. Jadi, bimbingan menikah tiga bulan cocok secara biologis,” jelas Hasto.
Dia mengingatkan pentingnya memberikan
tablet tambah darah atau asam folat bagi catin perempuan bila terindikasi anemia.
Intervensi terhadap kesehatan catin menjadi penting diperhatikan karena kehamilan usia delapan minggu, struktur tubuh janin sudah terbentuk lengkap.
“Apakah janin cacat atau stunting, sudah bisa diketahui,” ujar dr. Hasto menambahkan.
Hasto mengingatkan agar remaja hendaknya mencegah kawin di usia muda agar bibit (bayi) yang dilahirkan dalam kondisi baik. Dia mengingatkan 1000 Hari Pertama Kehidupan merupakan periode di mana bayi mengalami proses pembentukan. Bila tidak diperhatikan, maka akan lahir keturunan yang kurang baik secara fisik dan psikis.
Hasto menyatakan siap bekerjasama dengan Keuskupan Agung Samarinda dalam kegiatan percepatan penurunan stunting.
Sementara Uskup Agung Samarinda, Mgr Yustinus mengatakan Gereja Katolik berkomitmen untuk mendukung pemerintah dalam program percepatan penurunan stunting.
“Gereja Katolik Keuskupan Agung Samarinda berkomitmen untuk berperan aktif mendukung berbagai upaya percepatan penurunan stunting dengan melakukan sinergi dan konvergensi dengan para pihak pemangku kebijakan di provinsi dan kabupaten/kota se-Kalimantan Timur untuk mencapai target penurunan stunting di Indonesia sebesar 14 persen di tahun 2023,” tutur Mgr Yustinus.
Deklarasi ini, menurut Mgr Yustinus, diharapkan akan menjadi ajang sosialisasi program yang telah dan akan
berjalan terkait percepatan penurunan stunting.
“Media yang mensinergikan antara program Gereja Katolik Keuskupan Agung Samarinda dengan pemerintah daerah, dan stimulan bagi Gereja Katolik Keuskupan lainnya di seluruh Indonesia serta bagi pemangku kepentingan di luar gereja Katolik,” ujar Mgr. Yustinus.