Kendari, Portal.id – Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Dr.(HC) dr. Hasto Wardoyo, Sp.O.G. (K) melakukan kunjungan kerja ke Sulawesi Tenggara yang merupakan satu dari 12 daerah prioritas percepatan penurunan stunting nasional.
Dalam kunjungan kerja itu, Dokter Hasto menjadi pembicara kunci dalam rapat koordinasi (Rakor) Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) tingkat Provinsi Sulawesi Tenggara dan memberi kuliah umum kepada ratusan mahasiswa di Politeknik Kesehatan (Poltekkes) Kementerian Kesehatan di Kendari, Senin (31/10/2022).
Dalam Rakor itu Dokter Hasto meminta kepada TPPS untuk fokus kepada pasangan keluarga muda. Sebab, pasangan keluarga muda berpotensi besar melahirkan bayi-bayi berisiko stunting.
“Harus dilakukan pengecekan kepada calon pengantin. Kadar HB dan lingkar lengan calon pengantin perempuan perlu dicek,” kata Dokter Hasto.
Selain itu Dokter Hasto menyebut adanya peningkatan jumlah penderita mental emotional disorder di kalangan remaja.
“Jumlah penderita mental emotional disorder ini meningkat secara nasional termasuk juga di Sulawesi Tenggara. Mental emotional disorder ini kalau di Sulawesi Tenggara dikenal sebagai kapatuli. Ini juga ancaman bagi generasi kita, selain stunting,” kata Dokter Hasto.
Kapatuli merupakan Bahasa gaul di kalangan remaja di Kota Kendari dan Provinsi Sulawesi Tenggara. Kapatuli bermakna keras kepala atau sulit dinasehati untuk berbuat kebaikan.
Dalam pemaparannya, Dokter Hasto mengatakan tiga penyebab stunting yakni suboptimal health, suboptimal nutrition, dan suboptimal parenting. Ketiga hal ini menurut Dokter Hasto harus dilakukan upaya intervensi agar menghilangkan generasi stunting di Sulawesi Tenggara.
Rakor TPPS Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2022 mengambil tema Implementasi Aksi Konvergensi Lintas Sektor dalam Rangka Percepatan Penurunan Stunting di Provinsi Sulawesi Tenggara.
Wakil Gubernur yang juga Ketua TPPS Sukawesi Tenggara Lukman Abunawas dalam sambutannya mengatakan pentingnya kolaborasi yang melibatkan berbagai unsur dalam upaya percepatan penurunan stunting.
“Sulawesi Tenggara yang terdiri dari 17 Kabupaten danKota, terdapat 223 kecamatan dengan luas wilayah 72 persen perairan, potensi sumber daya alam yang tersedia di Bumi Anoa sebenarnya cukup untuk berkontribusi dalam rangka upaya penurunan Stunting di Sulawesi Tenggara. Sektor pertanian, perkebunan, perternakan, dan perikanan serta pertambangan juga cukup melimpah. Inilah yang harus kita manfaatkan sebagai daya dukung penurunan stunting,” kata Lukman.
Menurut Lukman, ada lima program prioritas di Provinsi Sulawesi Tenggara yaitu Sultra Cerdas, Sultra Sehat, Sultra Peduli Kemiskinan, Sultra Berbudaya dan Beriman, serta Sultra Produktif.
“Program prioritas ini sangat berkorelasi dan berelevansi dengan apa yang kita lakukan saat ini (percepatan penurunan stunting). Hanya saja capaian kita dalam melaksanakan 8 aksi Konvergensi ini masih kurang. Hingga Oktober 2022, terpantau pada laporan Bangda Kemendagri pelaksanaan 8 aksi konvergensi baru terlaksana sampai aksi 3 (Rembuk Stunting).Kita masih membutuhkan kerja kolaboratif seluruh komponen terkait agar target-target yang telah ditetapkan bisa dicapai,” kata dia.
Lukman meminta kepada Bupati dan Walikota untuk memastikan percepatan penurunan stunting sebagai prioritas di daerahnya, didukung dengan data yang akurat jangan sampai data balita stunting masih menjadi polemik, data harus bisa diakses untuk memastikan sasaran stunting dapat di intervensi dengan baik.
“Terpenting dalam penyelenggaraan percepatan penurunan stunting, harus disadari bersama bahwa dinas-dinas atau badan-badan yang telah ditunjuk dapat melaksanakan peran dan fungsinya,” ujar Lukman.
Sementara itu Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Sulawesi Tenggara Asmar mengatakan berdasarkan survey Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021, Sulawesi Tenggara merupakan satu dari 12 provinsi dengan prevalensi angka stunting tertinggi Indonesia, menempati urutan ke 5 secara nasional dengan kasus stunting sebesar 30,2 persen.
Asmar mengatakan jika dilihat data per Kabupaten/ Kota, maka yang tertinggi berada di Kabupaten Buton Selatan sebesar 45,2 persen.
“Ini berarti hampir setengah dari Balita yang ada terindikasi stunting. Sedangkan terendah adalah Kabupaten Kolaka Timur, itupun masih sebesar 23 persen. Target kita sangat jelas, yang sudah ditetapkan secara nasional menjadi 14 persen pada 2024 dan untuk Provinsi Sulawesi Tenggara target penurunan stunting sebesar 16,79 persen,” kata Asmar.
Lebih lanjut Asmar menyebutkan tujuan pelaksanaan Rakor TPPS adalah untuk mereview pelaksanaan percepatan penurunan stunting di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota di Sulawesi Tenggara, membangun dan meningkatkan koordinasi, komunikasi dan sinergitas lintas sektoral di tingkat Provinsi, serta merumuskan strategi, langkah-langkah dan komitmen bersama dalam upaya percepatan penurunan stunting.
Adapun peserta yang Turut hadir dalam rakor TPPS tingkat Provinsi Sulawesi Tenggara adalah TPPS Provinsi, Kajati Sulawesi Tenggara, Kepala Dinas Kesehatan Prov. Sultra, Kepala Bappeda Prov. Sultra, Tim Satgas, Ketua TPPS Kabupaten/Kota, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Kepala Bappeda Kabupaten/Kota, Kepala Dinas Pemerintah Desa Kabupaten/Kota, OPD KB Kabupaten/Kota dan Ketua TP PKK Kabupaten/Kota.