BAUBAU, Portal.id — Terdiri dari wilayah daratan dan kepulauan, Sulawesi Tenggara (Sultra) sangat kaya akan ragam tradisi atau pesta adat. Salah satu daerah yang masih memegang erat tradisi leluhur adalah Kota Baubau.
Tradisi tua yang datang dari kota berjuluk negeri seribu benteng ini salah satunya adalah Kasambu-Sambu, pesta ada yang berasal dari Desa/Kelurahan Kolese, Kecamatan Lea-Lea.
Dalam tradisi adat Kasambu-Sambu disiapkan berbagai kuliner tradisional Buton, yang dijajakan pada sebuah talam. Setiap makanan yang disajikan memiliki makna filosofis tersendiri yang berkaitan dengan alam dan manusia.
Pada setiap talam akan dijaga oleh seorang gadis dengan dandanan menawan, dan mengenakan busana adat Buton. Tradisi ini memberikan kesempatan kepada para pemuda Kolese yang kembali dari perantauan untuk dapat memilih pasangan hidup di kampung halamannya. Hal tersebut bermakna, kemanapun mereka pergi merantau selalu akan pulang dan mengingat kampung halaman tercinta.
Tokoh Masyarakat Kelurahan Kolese, La Ode Aswad yang juga merupakan Asisten I Setda Kota Baubau menuturkan, Kasambu-Sambu adalah tradisi tua yang ada di Kolese.
Tradisi ini populer sejak La Puli (Ma Zanibu) menjabat sebagai Kepala Kampung pada penghujung tahun 1950-an, hingga awal tahun1960-an. Kemudian dilanjutkan oleh kepala-kepala kampung Kolese lainnya.
Namun, Kasambu-Kasambu sempat terhenti dalam jangka waktu yang cukup lama. Barulah pada tahun 1997 saat Kolese menjadi sebuah desa baru, yakni Desa Kolese di masa kepemimpinan Nasihu sebagai Kepala Desa, tradisi ini kembali digelar dan terus terpelihara hingga saat ini.
“Upacara adat Kasambu-Sambu diawali dengan tari Mangaru yang dikuti dengan tabuhan gendang, menunjukkan ketangkasan para pemuda Kolese di era kesultanan. Jika ada yang hendak menyerang Buton, para pemuda Kolese akan tampil di garis depan untuk menjaga harkat, derajat dan martabat orang Buton,” ujar Aswad melalui keterangan resminya.
Setelah pementasan tari Mangaru, dilanjutkan dengan dua tetua adat yang saling memberi atau bertukar minum, sebagai sebuah tanda pembukaan tradisi adat Kasambu-Sambu.
Kemudian, Imam Masjid Desa Kolese akan memimpin doa yang dipanjatkan kepada sang pencipta, sebagai ungkapan rasa syukur atas limpahan rezeki dan hasil panen masyarakat Kolese selama setahun terakhir, serta ungkapan rasa syukur atas kehadiran masyarakat Kolese dari perantauan. Doa ini juga diperuntukkan agar prosesi adat Kasambu-Sambu berjalan dengan baik tanpa ada hambatan.
Selanjutnya seorang tetua adat memberikan aba-aba agar para tetua dan tamu undangan untuk segera disuapi dengan kata ‘Tompa Laijo’, maka para gadis yang menjaga talam dengan serentak menyuapi siapa yang ada di depan talam mereka. Para tetua adat dan undangan dengan serentak segera mencicipi apa yang disuapkan kepada mereka.
Aba-aba yang diberikan oleh tetua adat ini memberikan gambaran kekompakan, persatuan dan kebulatan tekad seluruh masyarakat Kolese dalam satu tekad yang sama.
Usai para tetua dan tamu undangan di suapi oleh para gadis, maka mereka akan meletakkan sejumlah uang di sela-sela talam sebagai bentuk rasa terima kasih atas jamuan yang telah diberikan.
“Hal ini memberikan pembelajaran jika pentingnya memberi penghargaan dan apresiasi kepada orang lain atas segala perbuatan baik yang dilakukannya,” jelas Aswad.
Berikutnya, akan diberikan kesempatan kepada para pemuda untuk disuapi oleh gadis-gadis dan setelah disuapi akan menyelipkan sejumlah uang di sela-sela piring yang ada pada talam makanan dan jika ada pemuda yang menyukai salah seorang gadis, maka akan melemparkan sapu tangan pada gadis yang dimaksud.
Setelah para pemuda disuapi oleh gadis-gadis penjaga talam, maka berakhirlah tradisi adat Kasambu-Sambu. Sebagai penutup acara akan diakhiri pula dengan tari Mangaru.
Laporan Ferito Julyadi