Jimbaran, Portal.id – Indonesia sebagai negara yang kaya akan keanekaragaman budaya dan sumber daya alam (SDA) mempunyai potensi yang besar dalam mengembangkan Indikasi Geografis (IG) sebagai salah satu aset yang bernilai tinggi dalam dunia bisnis.
IG merupakan suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang yang memiliki reputasi, kualitas, dan karakteristik tertentu dikarenakan faktor alam, faktor manusia atau kombinasi dari kedua faktor tersebut.
“Pada era digital sekarang ini dengan adanya IG maka produk lokal akan memiliki keunggulan kompetitif di pasar domestik dan internasional, serta mampu bersaing. IG juga meningkatkan pendapatan dan menciptakan lapangan kerja. Tentunya pemanfaatan dan pengawasan IG harus terus berubah dan bertransformasi seiring dengan perkembangan teknologi,” kata Min Usihen pada kegiatan Workshop Penguatan dan Pengawasan Indikasi Geografis terdaftar di Hotel Mövenpick Resort & Spa, Jimbaran, Bali, Rabu (11/10/2023).
Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual (Dirjen KI) Min Usihen mengatakan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, Pembinaan dan Pengawasan dilakukan oleh pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya. Pembinaan terhadap produk IG, dilakukan sebelum dan setelah produk IG terdaftar.
“Pembinaan sebelum produk IG terdaftar dilakukan untuk persiapan pemenuhan persyaratan permohonan hingga pendaftaran selesai sedangkan pembinaan setelah produk IG terdaftar dilakukan melalui pemanfaatan, komersialisasi, sosialisasi, dan pemahaman atas pelindungan IG,” ucap Min.
Min menjelaskan sejak sistem pelindungan IG diterapkan di Indonesia hingga saat ini, Indonesia telah memiliki sebanyak 135 produk unggulan daerah yang sudah terdaftar sebagai IG di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI).
“Terdapat 120 produk dari dalam negeri dan 15 produk dari luar negeri, walaupun permohonan IG yang masuk per tahun jumlahnya meningkat tapi yang ada saat ini masih sangat jauh dibandingkan dengan potensi dan SDA di Indonesia,” ucap Min.
Min mengungkapkan bahwa peran DJKI menjadi katalis dalam peningkatan jumlah permohonan IG. DJKI mengedepankan peran dan fungsi pembinaan serta pengawasan atas IG kepada masyarakat terkait pelindungan hukumnya, khususnya setelah terdaftarnya IG tersebut.
Lantas apa yang harus dilakukan pemilik IG agar pelindungan hukumnya tidak hilang? Serta apa peran dari pemerintah daerah untuk mengatasi hal ini?
“Reputasi, Kualitas dan Karakteristik adalah tiga hal yang harus terus dijaga oleh pemilik IG supaya pelindungan hukumnya tidak hilang. Maksud dari hilang di sini adalah menjamin tetap adanya tiga point tersebut yang menjadi dasar diterbitkannya IG dan untuk mencegah penggunaan IG secara tidak sah,” kata Min.
Pemilik IG harus melakukan kontrol internal yang sesuai dengan kaidah-kaidah yang telah dituangkan dalam dokumen deskripsi. Pelabelan logo produk IG dan logo IG di Indonesia hanya diberikan kepada produk-produk yang telah lolos uji kualitas dan mengikuti standar produksi yang telah ditetapkan oleh organisasi pemilik IG. Hal ini untuk memastikan konsumen memiliki jaminan akan keaslian produk sehingga citra produk-produk IG meningkat. Merek yang memiliki nilai produk IG juga boleh memiliki diferensiasi dalam konteks keunggulan kualitas dan ciri khas spesifik dari daerah.
Diperlukan juga peran dari pihak eksternal yaitu pemerintah pusat dan pemerintah daerah, kementerian/lembaga terkait. Harapanya, pihak eksternal dapat mendorong peningkatan ekonomi daerah melalui komersialisasi produk IG. Peningkatan perekonomian daerah tentunya akan meningkatkan perekonomian nasional sehingga membuat Indonesia tangguh.
“Salah satu contoh provinsi dengan jumlah IG terdaftar terbanyak adalah Provinsi Bali dengan delapan IG terdaftar, yaitu Kopi Arabika Kintamani Bali, Mete Kubu Bali, Garam Amed Bali, Tenun Gringsing Bali, Kopi Robusta Pupuan Bali, Kerajinan Perak Celuk Gianyar Bali, Salak Sibetan Karangasem Bali, dan Garam Kusamba Bali,” ungkap Min.
Saat ini DJKI sedang menyusun petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis (Juklak-Juknis) pengawasan IG di daerah yang memuat dasar dan perangkat hukum dalam pelaksanaan dan pembentukan juklak-juknis, pemangku kepentingan yang dilibatkan, pembagian peran, tugas, dan fungsi, serta output yang diharapkan dari terbentuknya juklak-juknis.
“Harapannya panduan ini dapat menjadi dasar bagi kantor wilayah Kementerian Hukum dan HAM, pemerintah daerah, dan masyarakat pemilik IG dalam menjalankan mekanisme pengawasan IG terdaftar untuk menjamin adanya reputasi, kualitas, dan karakteristik serta mencegah penggunaan IG secara tidak sah agar terciptanya pemanfaatan pelindungan IG yang berkelanjutan,” jelas Min.
Selaras dengan hal itu, Direktur Merek dan Indikasi Geografis Kurniaman Telaumbanua menekankan bahwa semakin meningkatnya IG yang terdaftar maka pengawasan yang dilakukan seharusnya semakin gencar dan intensif.
“Mekanisme kontrol internal perlu diperketat dan dibutuhkan kerja sama yang solid dalam organisasi pemilik IG untuk dapat untuk terus beradaptasi dengan perubahan dan mencari cara baru untuk melindungi, mempromosikan, dan mengawasi indikasi geografis di Indonesia pada era digital,” pungkas Kurniaman.
Pada kesempatan yang sama, diserahkan sertifikat penghargaan kepada 18 Tim Ahli IG yaitu sebagai apresiasi jasa-jasa tim ini dalam membangun sistem indikasi geografis di Indonesia.