KENDARI, Portal.id — Mantan Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra), Nur Alam yang didampingi tim kuasa hukumnya memenuhi panggilan penyidik Ditreskrimum Polda Sultra, Jumat (23/8/2024).
Kedatangan Nur Alam di Mapolda Sultra ini untuk memberi klarfikasi atau penjelasan, atas laporan yang sebelumnya dilayangkan untuk Ketua DPW Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Sultra, Jaelani yang diduga melakukan penipuan dan penggelapan dana senilai Rp3 miliar.
Dikatakan, dana sebesar Rp3 miliar itu untuk membantu Jaelani bertarung di Pemilu Februari 2024 lalu, dengan perjanjian PKB akan memberikan dukungan kepada Tina Nur Alam dan Radan di Pilkada.
Saat ditemui awak media usai pemeriksaan, Nur Alam menjelaskan, pertemuan pertamanya dengan Jaelani pada akhir 2022 lalu, karena adanya rekomendasi dari rekan-rekannya.
“Saat itu sekitar akhir tahun 2022 Jaelani ketemu saya di Lapas Sukamiskin,” ujar Nur Alam.
Pertemuan itu terjadi beberapa kali. Nur Alam mengungkapkan, beberapa kali Anggota DPR-RI terpilih itu menemuinya di kediamannya di Jakarta.
Dimana, dalam pertemuan itu Jaelani meminta bantuan, arahan serta dukungan agar diperkenalkan dengan para tokoh-tokoh penting yang ada di Sultra, yang dapat membantunya dalam konsolidasi partai.
“Permintaannya agar partainya bisa dia kembangkan dan mendapatkan kursi DPR RI bisa sama-sama kita perjuangkan. Alhasil dia berhasil menjadi anggota DPR RI. Tentu dalam proses pelaksanaan itu, dibutuhkan berbagai strategi, pendekatan, program dan lain sebagainya, yang didalamnya juga membutuhkan operasional,” jelasnya.
Setelah pertemuan beberapa kali itu, Nur Alam yang menjadi pembina non formal menilai bahwa hal tersebut lumrah, dan keberhasilan Jaelani menduduki kursi DPR RI merupakan hal yang baik.
“Termasuk pemberian dana senilai Rp3 miliar. Proses itu saya lakukan dengan sepenuh hati dan ikhlas,” ucapnya.
Namun, Nur Alam mengungkapkan kekecewaanya kepada Jaelani usai terpilih menjadi DPR RI, yang mulai membatasi komunikasi dengan dirinya.
“Katanya, dia marah sama saya karena ketahuan di publik kalau saya ikut bantu dia jadi anggota DPR RI. Sebagai itikad baik, saya mengingatkan dia melalui somasi, dan meminta uang saya dikembalikan,” ungkapnya.
Tegasnya, dana operasional Rp3 miliar yang berikan bukanlah suap. Melainkan bantuan yang semestinya dipertanggunjawabkan kembali.
“Adapun anak dan istri saya mencalonkan diri sebagai Gubernur dan Bupati, mereka tidak dapat rekomendasi dari PKB. Saat mereka mendaftar pun secara normatif, tidak ada hubungannya antara urusan tahapan di undang-undang Bawaslu dengan keberatan saya ini. Keberatan saya ini murni dipakai yang bersangkutan, dan dia pernah berjanji sama saya. Sekarang saya tagih uang saya. Tapi karena ini sudah sampai ke penegak hukum, ya nanti kita ketemu di pengadilan,” tegasnya.
Laporan Ferito Julyadi