Portal.id, KENDARI – Bidang Profesi dan Pengamanan (Bidpropam) Polda Sulawesi Tenggara (Sultra) telah resmi menjatuhi sanksi administrasi berupa patsus dan demosi, kepada mantan Kapolsek dan Kanit Reskrim Polsek Baito, Kamis (5/12/2024).
Sebagaimana diketahui, Ipda Muh Idris (Eks Kapolsek Baito), dan Aipda Amiruddin (Eks Kanit Reskrim Polsek Baito) terbukti telah melakukan pelanggaran kode etik profesi, karena melakukan permintaan uang senilai Rp2 juta kepada Guru SDN 4 Baito, Supriyani. Uang tersebut dimaksudkan sebagai uang damai atas perkara yang menjerat Supriyani.
Berdasarkan hasil sidang putusan Komisi Kode Etik Bidpropam Polda Sultra, Ipda Idris dijatuhi sanksi patsus selama 7 hari dan demosi selama 1 tahun. Sedangkan Aipda Amiruddin sanksi patsus selama 21 hari, dan demosi selama 2 tahun.
Menanggapi hasil sidang putusan itu, Kuasa Hukum Supriyani, Andri Darmawan menilai sanksi yang dijatuhkan kepada kedua personel itu sangatlah ringan.
“Sanksi ini terlalu ringan, karena ini sebuah tindakan pemerasan, termasuk tindakan mempermainkan atau merekayasa perkara, seharusnya dihukum berat,” ujarnya.
Menurutnya, hukuman berat sudah sepatutnya diberikan, dengan penjelasan bahwa tindakan yang dilakukan oleh Ipda Idris dan Aipda Amiruddin telah mencederai slogan “Presisi” Polri.
Andri juga menyoroti alasan Ipda Idris meminta uang senilai Rp2 juta itu, yakni untuk membeli bahan bangunan untuk Polsek Baito.
“Bisa saja itu alasan yang dibuat-buat yang tidak pernah diverifikasi,” ucapnya.
Lebih lanjut, Ketua LBH HAMI Sultra itu juga menyoroti penjelasan Bidpropam yang menyatakan tidak adanya permintaan uang sebesar Rp50 juta dalam kasus yang menjerat kliennya.
“Terkait permintaan uang yang Rp50 juta, kami mendengarkan alasannya aneh. Karena alasannya, informasi permintaan uang itu didengar dari orang pasar yang Pak Amiruddin tidak kenal. Bagaimana bisa dia (Aipda Amiruddin) mendapat informasi dari orang yang tidak dikenal,” jelasnya.
Padahal, tegas Andri, terkait permintaan uang Rp50 juta itu telah mendapat klarifikasi atau keterangan dari Kepala Desa Wonua Raya, yang mengakui bahwa terdapat permintaan uang Rp50 juta untuk pemberhentian kasus. Permintaan itu kemudian disampaikan kepada Supriyani.
“Menurut kami itu semua hanya alasan yang mengada-ada untuk memperingan hukuman. Kami meminta kepada kapolri bisa mendengar ini. Sesuai dengan komitmen kapolri, kalau ada permintaan uang seharusnya hukumannya bisa maksimal sampai dengan pemecatan,” tegasnya.
Laporan Ferito Julyadi