KENDARI, Portal.Id – Dipasaran rokok elektronik kerap diistilahkan dengan rokok elektrik, vapour, vape, e-cig, e-juice, e-liquid, personal vaporizer (pv),e-cigaro, electrosmoke, green cig, smartsmoke, smartcigarette.
Vapor, demikian nama yang cukup familiar ditelinga kita, rupanya membawa sejumlah bahaya kesehatan yang patut diperhatikan. Salah satu risiko utama adalah paparan kepada senyawa kimia berbahaya dalam uap rokok elektrik.
Meskipun diklaim sebagai alternatif yang lebih aman, vapor yang dihasilkan masih mengandung zat seperti formaldehida, asam asetat, dan logam berat seperti nikel dan timbal.
Paparan berulang terhadap senyawa-senyawa ini dapat menyebabkan kerusakan paru-paru, iritasi mata dan tenggorokan, serta efek jangka panjang yang belum sepenuhnya dipahami.
Melansir laman ayosehat.kemkes.go.id, rokok elektrik, meskipun dianggap sebagai pilihan yang lebih modern, tetap membawa risiko kesehatan dan dapat memiliki dampak negatif pada kesejahteraan umum penggunanya.
Vaping adalah aktivitas menghirup uap yang dihasilkan oleh rokok elektronik (e-rokok) atau perangkat serupa. Rokok elektrik atau Vape bekerja dengan memanaskan cairan yang biasanya mengandung nikotin, pelarut, dan perasa, menghasilkan uap yang kemudian dihirup penggunanya.
Secara umum, vaping dipandang sebagai pilihan yang lebih sehat daripada merokok tradisional. Ini disebabkan oleh pengurangan jumlah zat berbahaya yang biasa ditemukan dalam asap rokok konvensional. Namun, persepsi ini seringkali menyesatkan. Faktanya, vaping juga menyimpan potensi bahaya yang tidak boleh diremehkan.
Vape mengandung berbagai bahan kimia yang berpotensi membahayakan. Salah satu contoh adalah diacetyl, yang sering digunakan untuk memberikan rasa mentega pada uap.
Diacetyl terkait erat dengan penyakit paru-paru yang serius, seperti bronkiolitis obliterans, yang dikenal juga sebagai “popcorn lung”.
Selain itu, ketika cairan vape dipanaskan, proses ini dapat menghasilkan aldehida seperti formaldehida yang bersifat karsinogenik atau dapat memicu penyakit kanker.
Walaupun tingkat karsinogen ini lebih rendah dibandingkan dengan rokok konvensional, risiko kesehatan tetap ada, terutama dengan penggunaan jangka panjang.
Studi menunjukkan bahwa remaja yang mulai dengan vaping memiliki kemungkinan lebih tinggi untuk beralih ke rokok konvensional, menempatkan mereka pada risiko kesehatan tambahan.