#HeadlineNasional

Kepala BKKBN: KB Pasca Persalinan Cegah Lahirnya Bayi Berpotensi Stunting

×

Kepala BKKBN: KB Pasca Persalinan Cegah Lahirnya Bayi Berpotensi Stunting

Sebarkan artikel ini

jakarta.portal.id – Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Dr. (H.C) dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG (K) menekankan pentingnya KB Pasca persalinan (KBPP) untuk menurunkan kebutuhan ber-KB yang belum terpenuhi (unmet need) dan mencegah lahirnya bayi stunting.
Hal tersebut disampaikan Hasto saat membuka kegiatan Penguatan KB Pasca Persalinan dalam rangka penurunan Unmet Need KB secara virtual, Selasa, 3 Januari 2022.
“KBPP adalah pelayanan KB yang diberikan setelah persalinan sampai dengan kurun waktu 42 hari, dengan tujuan mengatur jarak kelahiran, jarak kehamilan, dan menghindari kehamilan yang tidak diinginkan, sehingga setiap keluarga dapat merencanakan kehamilan yang aman dan sehat,” kata Hasto.
Hasto menjelaskan, berdasarkan data hasil New Siga menunjukkan bahwa capaian KBPP masih sangat rendah yakni 15,8%, sehingga masih ada 85% ibu bersalin belum menggunakan KBPP.
Padahal selain mencegah kelahiran bayi yang berisiko stunting, KBPP sangat berkontribusi dalam mencegah kematian ibu dan anak. Melihat capaian KBPP yang rendah tersebut maka para pengelola program KB dan Faskes di lapangan diharapkan dapat memberikan promosi dan konseling terhadap PUS karena mereka mempunyai pengaruh yang besar dalam meningkatkan motivasi ber-KB PUS.
“Untuk itu, diperlukan upaya untuk peningkatan promosi dan konseling KBPP secara komprehensif untuk memperkuat peran dan dukungan dari pengelola program KB dan Faskes dalam meningkatkan cakupan pelayanan KBPP,” imbaunya.
Dalam kesempatan yang sama, Deputi Bidang KB dan Kesehatan Reproduksi BKKBN dr. Eni Gustina, MPH juga mengatakan bahwa berdasarkan hasil Pendataan Keluarga tahun 2021 (PK-21), ada 13 alasan utama tidak ber-KB para pasangan usia subur (PUS) yang bukan peserta KB.
Pertama adalah ingin hamil atau punya anak, kedua mengenai alasan kesehatan, ketiga akibat efek samping, keempat infertilitas/menopause, kelima suami/keluarga menolak, keenam suami tinggal jauh/jarang berhubungan, ketujuh tidak ada alat/obat/cara KB yang cocok.
“Delapan tidak tahu tentang KB, sembilan alasan agama, sepuluh yakni biaya mahal, sebelas berkaitan dengan tempat pelayanan jauh, dan dua belas berkaitan dengan alat/obat/cara KB tidak tersedia, serta terakhir tidak ada petugas pelayanan KB,” ucap Eni.

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan ikuti WhatsApp channel portal.id