Nasional

BKKBN dan Badan Pangan Nasional Kolaborasikan Program B2SA dengan Dapur Sehat Atasi Stunting

×

BKKBN dan Badan Pangan Nasional Kolaborasikan Program B2SA dengan Dapur Sehat Atasi Stunting

Sebarkan artikel ini

Jakarta, Portal.id – Badan Pangan Nasional mengkolaborasikan program makan Beragam Bergizi Seimbang dan Aman (B2SA) dengan program Dapur Sehat Atasi Stunting (Dashat) dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) untuk upaya percepatan penurunan stunting.
Kedua lembaga negara itu akan fokus pada sasaran daerah rawan pangan dan gizi dengan prevalensi stunting yang tinggi.
Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi, Rabu (28/09/2022) mengatakan kolaborasi dua program kerja dari Badan Pangan dan BKKBN itu merupakan tindak lanjut dari Nota Kesepahaman yang telah dibuat.
“Dieksekusi sampai daerah-daerah rawan pangan dan gizi dengan stunting tinggi. Tanggal 12 sampai 14 Oktober di Sumatera Utara. Lalu tanggal 18 sampai 20 Oktober di Kalimantan Barat. Kita gelar roadshow untuk pelaksanaan program ini ke seluruh Indonesia,” kata Arief.
Arief menjelaskan, Badan Pangan Nasional akan melakukan sosialisasi mengenai program B2SA dengan mendorong masyarakat makan buah, sayur, daging, ikan sesuai dengan kebutuhan atau kearifan pangan lokal di daerah tersebut.
Menurut Arief, mayoritas masyarakat Indonesia saat ini masih mengkonsumsi karbohidrat dari biji-bijian, contohnya seperti padi yang diolah menjadi nasi.
“Jadi harus shifting lebih ke karbodidrat yang lain seperti umbi-umbian kemudian tambah di pangan hewani atau protein hewani sama sumber protein nabati. Nah kita itu over padi-padian, minyak dan lemak,” ujarnya.
Arief menambahkan, kolaborasi Badan Pangan Nasional dan BKKNN adalah bentuk arahan dari Presiden Joko Widodo yang menargetkan prevalensi stunting turun hingga 14% pada 2024. Oleh karena itu sinergi antara Kementerian dan Lembaga termasuk pemerintah daerah sangat diperlukan, terutama daerah yang memiliki prevalensi stunting di atas rata-rata nasional.
Arief menjelaskan, Badan Pangan akan terus melakukan audiensi dengan BKKBN untuk menjangkau daerah mana saja yang menjadi prioritas dalam upaya percepatan penurun stunting, meskipun Badan Pangan telah memiliki basis data kerawanan pangan sendiri.
Selanjutnya Badan Pangan Nasional akan menyandingkan data-data daerah rawan pangan dengan data-data daerah dengan prevalensi stunting tinggi. Dengan menyatukan kedua data tersebut maka upaya percepatan penurunan stunting bisa dilakukan dengan baik.
“Jadi nanti ke depan kita mesti buat overlay. Sepertinya berbanding lurus deh kalau daerah yang rawan pangan atau rentan pangannya yang merah pasti BKKBN juga punya peta yang sama. Ya tinggal kita sepakati aja mau mulai dari daerah mana karena ini banyak sekali yang harusnya bisa dikerjakan bersama-sama,” ujarnya.
Kendati demikian, sambung Arief, berdasarkan peta kerawanan pangan yang dimiliki lembaganya, Indonesia Timur memiliki indeks kerawanan pangan yang tinggi dan luas meliputi Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat. Sehingga daerah tersebut mendapat perhatian khusus dari Presiden Joko Widodo.
Arif melanjutkan, prevalensi stunting juga merupakan bagian dari target yang diberikan pemerintah kepada Badan Pangan Nasional. Dengan adannya kolaborasi dari lintas sektor maka Arief optimistis jika target prevalensi stunting 14% pada 2024 akan tercapai.
“Sekali lagi ini nggak bisa sendiri mesti Kementerian Keuangan mengalokasikan anggarannya kesitu, kemudian pemetaannya tadi sepakat dengan Badan Pangan, Kemenkes juga bersama karena stunting itu bukan yang setelah keluar tapi mulai dari bumil, kemudian mau tarik lebih advance pranikah itu perlu edukasi juga. Saya sekali lagi ingin sampaikan bahwa preventif lebih baik daripada kuratif jadi anggarannya itu jangan dipake untuk pengobatan tapi dipake pencegahan,” imbaunya.

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan ikuti WhatsApp channel portal.id