Serba-serbi

Dalil Seputar Ramadhan dan Pernikahan, Bagaimana Menurut Pandangan Islam: Baiknya Menikah Sebelum, Sesudah atau Saat Bulan Ramadhan ?

×

Dalil Seputar Ramadhan dan Pernikahan, Bagaimana Menurut Pandangan Islam: Baiknya Menikah Sebelum, Sesudah atau Saat Bulan Ramadhan ?

Sebarkan artikel ini
Suasana pernikahan
Suasana pernikahan. Foto: Ist

KENDARI, Portal.id – Terdapat banyak pendapat seputar anjuran dan larangan menikah di seputar Bulan Ramadhan. Baik sebelum, sesudah atau bersamaan pelaksanaan puasa di momen Bulan Ramadhan.

Sebagian masyarakat di Indonesia, ada anggapan bahwa terlarang menikah menjelang Bulan Ramadhan. Namun, ada pula yang menganggap di Bulan Ramadhanlah waktu terbaik mempersunting si dia.

Sebenarnya, bagaimana hukum Islam mengatur rencana menikah, baiknya menjelang, sebelum atau sesudah Bulan Ramadhan ?

Melangsungkan akad nikah sebelum Bulan Ramadhan tiba hukumnya adalah boleh. Tidak masalah seseorang berencana melangsungkan akad nikah sebelum bulan Ramadhan tiba, baik seminggu sebelum Ramadhan atau sehari.

Ini karena tidak ada larangan dalam Islam untuk menikah di bulan dan hari apa pun, termasuk menjelang datangnya bulan Ramadhan.

Menurut ulama Syafi’iyah, bulan yang paling utama untuk melangsungkan pernikahan adalah bulan Syawal.

Namun jika tidak memungkinkan, maka boleh melangsungkannya di selain bulan Syawal, seperti bulan Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, Shafar dan bulan lainnya, termasuk menjelang bulan Ramadhan.

Ini sebagaimana disebutkan dalam Hawasyi Al-Syarwani berikut;

وَقَوْلُهُ وَيُسَنُّ أَنْ يَتَزَوَّجَ فِي شَوَّالٍ أَيْ حَيْثُ كَانَ يُمْكِنُهُ فِيهِ وَفِي غَيْرِهِ عَلَى السَّوَاءِ فَإِنْ وُجِدَ سَبَبٌ لِلنِّكَاحِ فِي غَيْرِهِ فَعَلَهُ وَصَحَّ التَّرْغِيبُ فِي الصَّفَرِ أَيْضًا رَوَى الزُّهْرِيُّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَوَّجَ ابْنَتَهُ فَاطِمَةَ عَلِيًّا فِي شَهْرِ صَفَرٍ

Perkataan ‘disunnahkan menikah di bulan Syawal’, artinya jika hal itu bisa dilakukan di bulan Syawal dan selain bulan Syawal secara setara.

Namun jika ditemukan sebab yang mendorong pernikahan di selain bulan Syawal, maka hendaknya dia melangsungkan pernikahan.

Telah sah adanya anjuran menikah di bulan Shafar juga berdasarkan hadis riwayat yang bersumber dari Al-Zuhri, bahwa Rasulullah Saw menikahi Aisyah di bulan Syawal dan menikahkan putrinya, Fatimah, dengan Sayidina Ali di bulan Shafar.

Hanya saja yang perlu diperhatikan oleh pengantin baru yang melangsungkan nikah menjelang bulan Ramadhan adalah dia harus menahan diri ketika sedang berpuasa.

Umumnya, anggapan terlarang atau tidak boleh menikah menjelang Ramadhan, didasarkan kekhawatiran pengantin baru tidak bisa menahan diri selama berpuasa di bulan Ramadhan.

Jangan sampai melakukan hal-hal yang mengantarkan dirinya melakukan hubungan badan di siang hari bulan Ramadhan.

Lantas bagaimana pula yang berencana menikah di Bulan Ramadhan, Bagaimana Islam mengatur hal ini ?

Bulan Ramadhan adalah salah satu waktu yang dianggap sebagai momentum terbaik. Olehnya itu tak heran jika umat Islam memanfaatkan bulan suci ini untuk memperbanyak ibadah.

Tidak sedikit pula masyarakat yang memanfaatkan momentum Ramadan untuk menikah. Bulan penuh berkah ini diyakini sebagai waktu yang tepat untuk memulai sebuah rumah tangga.

Bahkan di Kabupaten Bojonegoro, Provinsi Jawa Timur terdapat tradisi turun temurun bernama Malem Songo. Tradisi ini merupakan agenda nikah massal hingga ratusan pasangan mempelai yang melangsungkan akad nikah pada pada malam ke-29 Ramadan.

Mengutip penjelasan pada laman nu.or.id, pada dasarnya tidak ada petunjuk yang jelas dalam Al-Qur’an dan Hadist yang mewajibkan atau menganjurkan alias sunah melangsungkan pernikahan pada bulan tertentu.

Tidak ada pula larangan melangsungkan pernikahan pernikahan pada bulan tertentu, kecuali saat ihram haji atau umroh.

Meski demikian, para ulama Mazhab Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah, menganjurkan akad nikah pada bulan Syawal. Anjuran itu berdasarkan hadis shahih riwayat Muslim, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan An-Nasa’i:

“Dari ‘Aisyah r.a. berkata: Rasulullah SAW menikahi saya pada bulan Syawal, dan membangun rumah tangga (berhubungan badan) dengan saya pada bulan Syawal, maka siapakah isteri-isteri Rasulullah SAW yang lebih mendapatkan tempat di sisi beliau daripada saya? Perawi berkata, ‘Aisyah RA senang bila berhubungan badan suami istri dilakukan di bulan Syawal,’” (HR Muslim dari Aisyah RA)

Imam Nawawi menjelaskan hadis tersebut: “Dalam hadits ini terdapat anjuran (istihbab) menikah, dan menikahkan serta berhubungan badan suami istri di bulan Syawal. Bahkan para ulama kami (mazhab Syafi’iyah) telah menetapkan anjuran/kesunahan tersebut, dan mereka menggunakan dalil hadis ini.

‘Aisyah dengan perkataannya ini bermaksud menolak tradisi Jahiliyah, dan anggapan sebagian orang awam mengenai kemakruhan nikah, menikahkan dan berhubungan badan di bulan Syawal.

Padahal hal ini salah, tidak ada dasarnya, tetapi merupakan tradisi Jahiliyah. Sebabnya mereka (orang-orang Jahiliyah) meramalkan keburukan dengan menghindari nikah, menikahkan dan berhubungan badan di bulan Syawal, karena di dalam nama Syawal terjadi kematian, sial atau keburukan,” (Lihat An-Nawawi, Shahîh Muslim bi-Syarhin Nawawi [Al-Azhar, Al-Mathba’ah Al-Mishriyah: 1929], juz 9, halaman 209).

Menikah di Bulan Ramadhan umum dilaksanakan masyarakat di Indonesia. Meski tidak ada kekhususan secara dalil sebagaimana dijelaskan oleh Imam Nawawi diatas.

Namun hal menjadi kebiasaan dengan maksud agar pasangan suami istri yang telah sah bisa leluasa merayakan lebaran dengan silaturahim, halal bihalal, rekreasi, dan sebagainya.

Kebiasaan tersebut masuk ke dalam kategori kaidah fikih al-‘Adatu muhakkamah, yakni adat atau kebiasaan dalam masyarakat bisa dijadikan hukum, selama tidak bertentangan dengan ajaran atau ketentuan dalam Islam.

Menjadi lebih istimewa, bila pernikahan yang dilangsungkan pada bulan Ramadan itu pun bertepatan dengan hari Jumat, hari mulia dan penuh berkah. Wallahu a’lam.

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan ikuti WhatsApp channel portal.id