Kendari, Portal.id — Calon Legislatif (Caleg), Rusmin Abdul Gani atau dan tim berkomitmen untuk tidak melakukan money politic pada kontestasi pemilihan legislatif (Pileg) di 14 Februari 2024 mendatang.
Komitmen tersebut dibangun Rusmin guna menaati aturan perundang-undangan Pemilu. Seperti yang diketahui, dalam aturan larangan money politic diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 515.
Pada pasal 515 dijelaskan larangan melakukan politik uang pada kontestasi pemilu. Bagi masyarakat atau calon yang melakukan akan dikenakan hukuman pidana penjara paling lama 3 tahun, dan denda paling banyak Rp36 juta.
“Saya senantiasa menekankan kepada diri pribadi maupun tim untuk tidak melakukan money politic pada pilcaleg dan pilpres tahun 2024 mendatang,” ujar pria yang akrab disapa RAG itu, Selasa (2/1/2024).
Rusmin sendiri merupakan satu-satunya caleg yang berani berstatmen tegas soal money politic. Menurutnya, dengan tidak menggunakan politik uang dapat menciptakan kepemimpinan yang jujur dan layak untuk memimpin di kancah daerah maupun nasional.
Pemangkasan praktek politik ini diharapkan dapat memberikan stimulus baik bagi masyarakat, agar dapat memilih sesuai dengan pilihan pribadinya.
“Masyarakat hari ini cerdas, tidak lagi memandang satu dua hari, namun memilih pemimpin yang berkompeten untuk memimpin,” bebernya.
Money politic dapat diidentikkan sebagai proses suap yang dilakukan oleh calon untuk merubah pilihan dari pemilih. Hal ini dapat menimbulkan tercipta pemimpin yang tidak kompeten untuk memimpin dan justru dapat menimbulkan terjadinya korupsi.
“Dasarnya sederhana, karena praktek money politik ini akan mencari gantinya ketika telah menjabat dari besarnya cash segar yang dikeluarkan,” ujarnya.
Melansir dari laman Aclc.kpk.go.id, ulasan money politic mengapa dilarang
1. Bahaya Money Politic
Money politic berbahaya bagi sistem Demokrasi Indonesia. Politik uang adalah sebuah upaya mempengaruhi pilihan pemilih (voters) atau penyelenggara pemilu dengan imbalan materi atau yang lainnya. Dari pemahaman tersebut, politik uang adalah salah satu bentuk suap.
Praktik ini akhirnya memunculkan para pemimpin yang hanya peduli kepentingan pribadi dan golongan, bukan masyarakat yang memilihnya. Dia merasa berkewajiban mencari keuntungan dari jabatannya, salah satunya untuk mengembalikan modal yang keluar dalam kampanye.
Akhirnya setelah menjabat, dia akan melakukan berbagai kecurangan, menerima suap, gratifikasi atau korupsi lainnya dengan berbagai macam bentuk. Tidak heran jika politik uang disebut sebagai “mother of corruption” atau induknya korupsi.
2. Dampak Buruk Politik Uang
Mempengaruhi pilihan dengan politik uang pada akhirnya akan berdampak buruk bagi masyarakat sendiri. Praktik ini akan menghasilkan pemimpin yang tidak tepat untuk memimpin. Kebijakan dan keputusan yang mereka ambil kurang representatif dan akuntabel. Kepentingan rakyat berada di urutan sekian, setelah kepentingan dirinya, donatur, atau partai politik.
“Akhirnya figur yang terpilih memiliki karakter yang pragmatis, bukan yang berkompetensi atau kuat berintegritas. Mereka memilih menang dengan cara apa pun, ini bukan sosok pemimpin yang ideal,” kata Direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi KPK, Amir.
3. Aturan Larangan Money Politic
Di Indonesia sendiri larangan money politic diatur dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu). Pasal 523 ayat 1,2, dan 3.
Kemudian Pasal 515 dalam UU Pemilu menyatakan, bahwa setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada pemilih supaya tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih peserta pemilu tertentu atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp36 juta.
Laporan: Ferito Julyadi