Kendari, Portal.id — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggelar konferensi pers kasus tindak pidana korupsi dana PEN Kabupaten Muna, Senin (27/11/2023).
Dalam konferensi pers yang dipimpin Direktur Penyidikan, Asep Guntur Rahayu dan didampingi Kabag Pemberitaan, Ali Fikri KPK membeberkan peran dari masing-masing tersangka.
Diketahui sebelumnya, dalam kasus rasuah dana PEN senilai Rp401,5 miliar KPK telah menetapkan 4 orang tersangka. Mereka adalah Laode Muhammad Rusman Emba (Bupati Muna), Laode Gomberto (politisi Muna dan Founder PT Mitra Pembangunan Sultra), Mochamad Ardian Noervianto (Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kemendagri), dan Laode M Syukur Akbar (Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna).
Asep Guntur menerangkan, kasus ini bermula saat kondisi Indonesia tengah menghadapi pandemi Covid-19, sehingga dibutuhkan kebijakan kestabilan keuangan. Maka dari itu, pemerintah pusat memberikan program modalitas untuk pemerintah daerah dengan mengajukan pinjaman berupa dana pemulihan ekonomi nasional (PEN).
“Salah satu kabupaten yang mengajukan pinjaman adalah Pemerintah Kabupaten Muna, dengan saudara Rusman Emba sebagai bupatinya,” ucap Asep dalam konferensi persnya.
Pengajuan itu, jelas Asep, dilakukan sekitar bulan Januari 2021 kepada Menteri Keuangan, yang ditembuskan ke Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dengan nilai besaran pinjaman Rp401,5 miliar.
Agar permohonan pinjaman itu ditindaklanjuti, Rusman Emba memerintahkan Kadisnya yakni Laode M Syukur untuk menghubungi Ardian Noervianto, agar prosesnya dapat dikawal.
Bupati Muna dua periode itu meyakini kedekatan antara Syukur dan Ardian, karena keduanya menjadi teman seangkatan dalam salah satu pendidikan kedinasan.
Dari pembicaraan Syukur dan Ardian, bebernya, disepakati adanya pemberian sejumlah uang kepada diri pribadi Ardian agar proses pengawalan pencairan dana PEN tersebut berjalan lancar.
Setelah itu ada perintah lanjutan dari Rusman ke Syukur, agar mencari donatur dari pihak pengusaha untuk menyediakan sejumlah uang yang diminta Ardian.
Sebagai salah satu pengusaha lokal di Kabupaten Muna, Laode Gomberto (LG) kemudian dihubungi Syukur untuk membahas penggunaan dana PEN apabila telah cair.
Untuk meyakinkan LG agar bersedia menyediakan sejumlah uang dalam rangka pengurusan dana PEN, Syukur menyampaikan bahwa dirinya memiliki kedekatan dengan Ardian
“Jangan ragu, dia (Ardian) ini satu bantal dengan saya,” ujar Asep menirukan Syukur saat membujuk LG.
Termakan bujukan itu, LG pun menyediakan uang senilai Rp2,4 miliar yang bersumber dari kantung pribadinya. Dana itu diketahui Rusman dan Syukur, yang kemudian siap diberikan kepada Ardian.
Ungkap Asep, penyerahan uang Rp2,4 miliar pada Ardian dilakukan secara bertahap oleh Syukur di Jakarta, dengan nilai mata uang yang disyaratkan dalam bentuk dolar singapura dan amerika.
“Jadi penyerahan dananya yang Rp2,4 miliar itu tidak dalam pecahan rupiah. Mungkin biar lebih ringkas, jadi dalam pecahan dolar singapura dan dolar amerika,” ungkapnya.
Atas penyerahan uang tersebut Ardian kemudian membubuhkan paraf pada draf final surat Kemendagri, yang berlanjut pada bubuhan persetujuan penandatanganan dari Mendagri dengan besaran nilai pinjaman Rp401,5 miliar.
Atas bantuan dana Rp2,4 miliar untuk menyuap Ardian, Rusman menginstruksikan para kepala dinasnya agar segala proyek pekerjaan diberikan kepada LG untuk dikerjakan.
Terhadap Rusman Emba dan Laode Gomberto selaku tersangka pemberi suap disangkakan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan Ardian dan Syukur telah melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Laporan: Ferito Julyadi