Kendari, Portal.id – Pemerintah Kota (Pemkot) Kendari ditetapkan menjadi salah satu dari tiga kabupaten/ kota di Indonesia yang menjadi pembelajaran atau contoh baik dalam pelaksanaan penanganan stunting.
Predikat itu disematkan lantaran di bawah koordinasi Pemkot Kendari berhasil menurunkan prevalensi stunting kira-kira 4,5 digit dari 24,0 persen di 2021 menjadi 19,5 persen di 2022 (SSGI 2022).
Kunci keberhasilan itu, kata Pj Wali Kota Kendari Asmawa Tosepu bahwa seiring dengan berjalan dibentuknya Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) tingkat kota, kecamatan dan kelurahan.
Pembentukan Tim Pendamping Keluarga (TPK) juga menjadi pendorong diraihnya predikat itu. Keberadaan TPK dikuatkan melalui SK Walikota Kendari Nomor 28 Tahun 2023.
“Selain membentuk TPPS dan TPK tingkat kelurahan, kami juga membentuk gerakan dan Satgas Orang Tua Asuh Atasi Stunting, melakukan kerjasama MoU bersama Baznas dan Kementerian Agama Kendari dalam rangka meningkatkan komitmen bersama dalam pencegahan stunting bagi calon pengantin,” kata Asmawa Tosepu dalam siaran pers yang diterima media ini, Rabu (20/9).
Guna lebih memantapkan kegiatan percepatan penurunan stunting di Kota tersebut, hingga tingkat provinsi, pemerintah setempat menggelar kegiatan Evaluasi Terpadu Percepatan Penurunan Stunting Tingkat Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) yang dilaksanakan di Aula Samaturu Balaikota Kendari, Kamis (14/9/2023).
Kegiatan tersebut merupakan lanjutan dari rangkaian kunjungan lapangan atau site visit ke Provinsi Sultra oleh Tim Monitoring dan Evaluasi Terpadu Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) RI, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).
Ikut di dalam kunjungan itu beberapa kementerian/ lembaga terkait seperti Kementerian Kesehatan, Sekretariat Wakil Presiden RI, Bappenas, Kantor Sekretariat Presiden, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, dan Kementerian Agama.
Dilaksanakan secara hybrid, kegiatan ini dihadiri juga peserta daring dan luring dari TPPS Provinsi Sultra dan Kota Kendari, perangkat daerah terkait stunting di Sultra dan Kota Kendari, Perwakilan BKKBN Sultra, Kanwil Agama Sultra, PKK, perguruan tinggi, ketua organisasi keagamaan, IBI, IAKMI, PERSAGI, APINDO, TVRI Sultra dan RRI Kota Kendari.
Momen kegiatan evaluasi terpadu ini, menjadi wadah diskusi interaktif terkait progress capaian dan hasil rekomendasi tindak lanjut paska roadshow dan pendampingan terpadu oleh Menko PMK serta penyusunan tindak lanjut dari TPPS Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Secara daring, Kepala BKKBN, Hasto Wardoyo, saat memberikan arahan pada kegiatan mengatakan stunting merupakan persoalan yang ada, nyata dan berlangsung lama sehingga diperlukan upaya-upaya yang terintegrasi.
Presiden dan Wakil Presiden, kata dokter Hasto, mempunyai perhatian besar terhadap program percepatan penurunan stunting dalam rangka mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas. Ini sebagai salah satu strategi menghadapi bonus demografi tahun 2030.
“Prevalensi stunting kita tahun 2022 masih di angka 21,6 persen. Angka ini sebetulnya sudah cukup baik jika kita bandingkan dengan prevalensi pada tahun 2018 yang berada di angka 30,8 persen,” ujar Hasto.
Artinya kata dia, dalam empat tahun terakhir, prevalensi stunting mengalami penurunan sebesar 9,2 persen.
Jika dibandingkan dengan penurunan yang terjadi pada periode 2013 – 2018 yang dapat menurunkan pervalensi sebesar 6,4% dalam lima tahun, penurunan yang terjadi pada periode 2018 – 2022 adalah 1,5 kali lebih cepat.
Namun, Hasto menyebutkan dengan target sebesar 14 persen tahun 2024, bangsa ini masih harus menurunkan prevalensi sebesar 7,6 persen dalam waktu tersisa, yaitu 2023 dan 2024.
“Dengan mengacu pada pengalaman tahun-tahun sebelumnya, target ini tentu saja tidak akan mudah dicapai. Keluarga menjadi tumpuan dalam penurunan stunting, dan karenanya dokter Hasto mengemukakan bahwa 8 Fungsi Keluarga dan upaya keluarga melakukan pencegahan stunting perlu dioptimalkan,” katanya.
Kemudian kata Hasto, pengukuran berat badan dan tinggi badan anak sangat penting dilakukan dengan presisi yang tepat dan benar oleh bidan dan tenaga terlatih.
“Karena kualitas pengukuran dan penimbangan pada balita akan menentukan apakah balita tersebut stunting atau tidak. Perhatian pemerintah daerah juga perlu ditingkatkan terhadap rumah tak layak huni dan asupan gizi protein hewani keluarga risiko stunting (KRS),” ujarnya.
Hasto juga mengatakan setiap KRS harus mendapatkan paket lengkap intervensi kunci yang sesuai dengan kebutuhannya.
Untuk memastikan akses dan pemanfaatan layanan lengkap dari setiap individu sasaran atau KRS, diperlukan pendekatan konvergensi di setiap tingkat administratif, mulai dari pusat – antar kementerian/lembaga; tingkat daerah – lintas OPD, dan tingkat desa/kelurahan dan antar pelaku program.
“Bahkan kita harus memperluas dengan pendekatan pentahelix, yang melibatkan unsur perguruan tinggi, swasta, hingga komunitas media,” papar dokter Hasto.
Dalam program Percepatan Penurunan Stunting, terdapat ‘ranting’ kegiatan berupa Pemberian Makanan Tambahan bersumber dari DAK, Kemenkes, Dana Desa, PKH , dan dari Kemitraan Bapak/Bunda Asuh Anak Stunting (BAAS). Untuk itu, dokter Hasto menitip agar semua dimanfaatkan secara maksimal dan tepat penggunaannya.