Baubau, Portal.id — Kasus kekerasan seksual yang dialami dua anak perempuan dibawah umur di Kota Baubau, Sulawesi Tenggara (Sultra) menyita banyak perhatian masyarakat.
Terasa banyak kejanggalan dalam penanganan kasus tersebut. Mulai dari kronologis kejadian, hingga penetapan status tersangka oleh penyidik Polres Baubau terhadap kakak korban pun dinilai sangat mengada-ada.
Mirisnya lagi, keluarga korban dilaporkan oleh pemilik perumahan tempat mereka tinggal atas dugaan pencemaran nama baik. Dalam laporannya, pemilik perumahan merasa tidak terima namanya disebut oleh kedua korban sebagai pelaku yang sebenarnya.
Laporan tersebut pun mendapat kecaman dari berbagai pihak, salah satunya datang dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia.
Dalam siaran persnya yang diterima Portal.id, Minggu (19/3/2023) Ketua Umum (Ketum) AJI Indonesia, Sasmito menyampaikan bahwa melaporkan narasumber berita ke polisi adalah bentuk pembungkaman, mencederai kemerdekaan pers, dan melanggar Undang-Undang (UU) Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Ketentuan dalam UU Pers Nomor 40 Tahun 1999, telah mengatur mekanisme sengketa pemberitaan yang seharusnya menggunakan hak jawab dan mengadu ke Dewan Pers.
Selain keluarga korban, Safrin Salam dari Yayasan LBU Amanah Peduli Kemanusiaan juga dilaporkan oleh pemilik perumahan.
Dasar laporannya yakni keterangan keluarga korban dianggap sebagai penyebaran berita fitnah atau bohong melalui rilis pemberitaan. Keterangan itu dinilai oleh pelapor telah melanggar Pasal 310 Ayat 2 KUHP dan Pasal 27 Ayat 3 UU ITE jo Pasal 45 UU Nomor 19 Tahun 2016.
Tidak hanya melanggar UU Pers, melakukan proses hukum terhadap dua narasumber kasus kekerasan seksual berarti telah mengabaikan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Seharusnya polisi melindungi korban dan keluarganya yang terancam, serta berfokus pada pengungkapan tujuh terduga pelaku pemerkosaan. Penegakan hukum yang transparan dan berpihak pada korban menjadi mandat yang telah disahkan pada 12 April 2022.
“Korban yang mengungkapkan kasusnya ke media harus dilihat sebagai upaya untuk mencari keadilan karena penegakan hukum yang belum berpihak pada korban. Sudah seharusnya polisi tidak boleh melanjutkan upaya pemidanaan pencemaran nama baik tersebut dan harus berfokus untuk menjerat pelaku kekerasan seksual sebenarnya yang masih berkeliaran,” ujar Sasmito.
Serangan Digital Pada Project Multatuli
Selain itu, AJI Indonesia juga mengecam serangan digital terhadap portal berita Project Multatuli (PM) setelah menerbitkan berita tentang pemerkosaan tersebut yang berjudul “Dua Putri Saya Dicabuli, Saya Lapor ke Polres Baubau, Polisi Malah Tangkap Anak Sulung Saya” pada Sabtu, 11 Maret 2023.
Dalam berita itu, Project Multatuli menyoroti dugaan rekayasa polisi yang justru menetapkan kakak sulung korban sebagai tersangka. Kakak korban diduga dipaksa mengaku atas perbuatan yang tidak dia lakukan, dicurigai di bawah ancaman dan pukulan oleh para penyidik Polres Baubau, dalam proses interogasi tanpa pendampingan hukum, pada 28 Januari 2023.
Serangan ke website PM terpantau sejak Selasa, 14 Maret 2023 ini terdeteksi dari adanya kenaikan aktivitas kunjungan yang tidak wajar ke portal yang beroperasi sejak Mei 2021 lalu. Tim IT PM mendeteksi ada pihak yang melakukan scanning atau pemetaan celah yang cukup membebani server PM pada Selasa, 14 Maret 2023 sejak pukul 9 pagi.
Dugaan serangan menguat karena pada pukul 3 sore terdeteksi ada aksi Distributed Denial of Service (DDoS) di mana penyerang memanipulasi permintaan yang tidak diinginkan untuk menyerang server portal. Penyerangan ini menggunakan komputer atau bot yang sulit dibedakan dari lalu lintas normal di portal. Serangan-serangan ini bertujuan untuk mencari celah di website PM agar bisa diambil alih. Karena gagal, serangan berhenti sementara.
Pada Rabu, 15 Maret 2023, pukul 9 pagi terjadi lonjakan aktivitas dan permintaan akses yang juga membebani server. Peningkatan serangan ini berlangsung sampai pukul 9 malam. Akibatnya, beberapa pembaca mengeluh website Project M menjadi sangat lambat bahkan sampai tidak dapat dibuka.
Direktur Eksekutif Project Multaluti, Evi Mariani menyatakan, laporan itu berbasis fakta dari sumber-sumber terdekat peristiwa, mempercayai kesaksian korban dan keluarga korban, dengan didukung dokumen-dokumen primer dari proses penyelidikan dan penyidikan Polres Baubau.
“Termasuk hasil visum kedua korban, yang kami simpan, yang sudah direview oleh tim legal kami,” tulis Evi dalam siaran pers yang diterima AJI terkait artikel yang viral di media sosial ini.
Sebelumnya, PM pernah mengalami serangan siber berupa DDoS setelah menerbitkan laporan kekerasan seksual terhadap tiga anak di Luwu Timur, Sulawesi Selatan, pada Oktober 2021.
Sementara itu, Ketua Bidang Internet AJI Indonesia, Adi Marsiela menerangkan serangan digital seperti ini mengakibatkan terhalangnya publik untuk mengakses informasi berita yang disebarluaskan lewat portal PM.
“Serangan berulang tersebut bertujuan membungkam media yang kritis dan termasuk tindak pidana seperti diatur dalam Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Pers karena menghambat atau menghalangi kerja-kerja jurnalistik,” ujar Adi Marsiela.