Kendari, Portal.id – Dalam waktu kurang dari dua bulan lagi tahun 2023 akan berakhir, menuju tahun yang akan penuh dengan ketidakpastian. Perang Ukraina-Rusia yang masih belum berakhir, perang Israel-Palestina yang mengalami eskalasi, perang dagang AS-China yang berlanjut, serta harga komoditas yang semakin volatile adalah katalis ketidakpastian tersebut. Adanya ketidakpastian tentu saja akan berdampak kepada Indonesia, membuat pemerintah harus selalu bersiap dengan berbagai kebijakan untuk merespon segala kemungkinan.
Meski demikian, diantara berbagai angka indikator capaian ekonomi sepanjang tahun 2023 di banyak negara maju yang bernilai negatif, hal sebaliknya terjadi pada Indonesia yang justru tumbuh meski sedikit tertahan.
Kebijakan fiskal dan moneter yang sejak awal tahun dilaksanakan, sejauh ini mampu menjaga kepercayaan pelaku usaha, utamanya mikro kecil menengah untuk tetap bertahan sehingga proses menumbuhkan ekonomi dapat berjalan relatif lancar.
Demikian halnya dengan pengeluaran pemerintah yang menjadi backbone dalam ekonomi setelah konsumsi masyarakat, disaat ekspor yang masih tertahan volatilitas harga dan permintaan komoditas.
Kepala Subbagian Umum KPPN Kendari, Bendito Alves mengungkapkan, sepanjang paruh pertama tahun 2023, capaian positif perekonomian nasional terlihat dari angka pertumbuhan sebesar 5,17 persen (yoy), 5,11 persen (ctc), dan 3,86 (qtq), dan capaian tersebut mampu diamplifikasi oleh perekonomian regional.
“Contohnya ekonomi di Sulawesi Tenggara, tercatat mengalami pertumbuhan pada level 5,65 persen (ctc), sebesar 4,85 persen (yoy) jika dibanding periode yang sama tahun sebelumnya, serta meningkat 3,17 persen (qtq) dari triwulan I 2023,” ungkap Alves dalam siaran pers yang diterima media ini, Senin (27/11/2023).
Kebijakan ekonomi yang ditetapkan secara nasional perlu didukung dan diimplementasikan secara menyeluruh hingga pada tingkatan terendah, dari pusat hingga daerah. Hal ini menjadi mutlak karena bertumbuhnya ekonomi pada tingkatan nasional, akan sangat ditentukan oleh capaian perekonomian regional secara merata. Kebijakan harus mampu berdampak positif tidak hanya bagi ekonomi di Pulau Jawa namun juga wilayah lainnya di Indonesia.
Demikian halnya dengan kebijakan fiskal yang diawali oleh kinerja pada level Satuan Kerja (APBN) dan Satuan Kerja Perangkat Daerah SKPD (APBD), harus berjalan dengan baik agar efektif dalam mencapai tujuan kebijakan sejak tingkat regional.
Apabila diamati lebih lanjut, positifnya capaian ekonomi regional didorong oleh pertumbuhan dari sisi pengeluaran dengan sebagian besar berasal dari konsumsi rumah tangga dan belanja pemerintah.
Bukan didorong oleh ekspor yang memberikan nilai lebih dan kekuatan bertahan di tengah perlambatan global. Hal ini karena volume konsumsi rumah tangga tinggi meski tertahan inflasi, meningkat jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Sementara ekspor komoditas pertambangan yang tercatat besar memiliki volatilitas harga yang tinggi, serta diimbangi oleh impor (peralatan/mesin/bahan pendukung usaha pertambangan) yang juga besar sehinggai mengurangi nilai neraca perdagangan.
Adanya dorongan yang besar dari belanja pemerintah sebagai sumber pertumbuhan terbesar kedua dapat dipahami sebagai bukti bahwa upaya pemerintah untuk mendorong roda ekonomi sangatlah besar.
Belanja pemerintah konsisten direalisasikan untuk menggerakkan kegiatan ekonomi dan menjadi pengungkit yang memberikan dampak pengganda bagi perekonomian, dengan tetap memiliki tujuan utama melindungi masyarakat agar tidak semakin miskin. Belanja pemerintah yang terlaksana melalui sinergi pemerintah pusat (APBN) dan pemerintah daerah (APBD) diwujudkan dalam bentuk realisasi anggaran pada berbagai kegiatan sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan.
Sebagai contohnya, belanja pemerintah pusat (APBN) tingkat regional di Sulawesi Tenggara hingga 30 September 2023 terealisasi sebesar Rp17,89 triliun atau 67 persen dari alokasi yang ditetapkan.
Sementara belanja APBD yang merupakan gabungan seluruh pemerintah daerah hingga 31 Agustus 2023, tercatat sebesar Rp13,00 triliun atau 55,29 persen dari pagu.
Besaran realisasi tersebut mengalami peningkatan, baik itu dari jumlah maupun tingkat realisasi jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya (rata-rata tumbuh 10 persen-yoy). Alhasil, peran belanja pemerintah pada tahun 2023 juga terhitung lebih besar dalam mendorong pertumbuhan dari tahun sebelumnya.
Namun demikian, dengan tahun anggaran yang tinggal beberapa bulan lagi berakhir, apakah realisasi belanja pemerintah dapat terakselerasi kembali dan memberi dampak yang besar terhadap ekonomi masih menjadi pertanyaan. Hanya dalam 1 triwulan, belanja pemerintah di Sulawesi Tenggara harus diintensifikasi agar mampu terealisasi seluruhnya. 33 persen dari APBN atau senilai Rp8,75 triliun perlu direalisasikan dalam 3 bulan, sedangkan Rp10,52 triliun dari APBD (45 persen) butuh untuk direalisasikan dalam waktu 4 bulan.
Tidak dapat dipungkiri bahwa peran pemerintah terhadap ekonomi sangatlah besar. Kebijakan fiskal dalam bentuk belanja pemerintah menjadi sumber utama pertumbuhan setelah konsumsi rumah tangga. Bahkan belanja pemerintah juga turut menjadi pengungkit konsumsi rumah tangga. Akan tetapi, adanya perbedaan tingkat serapan yang cukup besar antara triwulan IV dengan triwulan lainnya menunjukkan bahwa kebiasaan belanja pemerintah yang menumpuk di akhir tahun masih belum bisa hilang.
Kondisi ini perlu diwaspadai agar belanja yang terakselerasi tidak mengarah pada efektivitas dan efisiensi yang rendah, serta tidak ekonomis atau hanya menjadi pemborosan akibat ketakutan akan tidak terserapnya belanja. Selain itu, belanja pemerintah seharusnya dapat diwujudkan secara merata pada setiap bulannya dengan realisasi yang seimbang antara pemerintah pusat dan daerah.
Dalam beberapa bulan kedepan, instansi pemerintah pusat dan pemerintah daerah akan lebih banyak belanja atau lebih banyak melaksanakan kegiatan yang berakibat pada terealisasinya belanja pemerintah.
Pemerintah daerah sebagai institusi yang lebih memahami kondisi masyarakat dan wilayahnya sendiri, perlu bersinergi dan berkolaborasi dengan pemerintah pusat dalam pelaksanaan belanja sehingga tidak terjadi tumpang tindih serta agar kebijakan fiskal dapat lebih efektif dan efisien. Belanja pemerintah dalam waktu yang singkat juga harus tetap berupaya memperkuat fondasi kesejahteraan sosial, pengentasan kemiskinan dan kerentanan, termasuk penguatan daya ungkit usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dan dunia usaha agar mampu berdaya tahan menghadapi perkembangan ekonomi global. Akselerasi belanja wajib diarahkan untuk meringankan beban pengeluaran keluarga miskin dan rentan melalui pemberian bantuan sosial, serta mengembalikan tren penurunan tingkat kemiskinan dan ketimpangan sehingga tidak berjalan tersendat dan lambat.
Peran pemerintah pusat dan daerah dalam intensifikasi belanja pemerintah di akhir tahun perlu dilakukan dengan seimbang agar berbagai capaian angka makro ekonomi terwujud secara nyata di masyarakat dan tidak menjadi semu atau hanya besaran angka.
Belanja pemerintah yang menumbuhkan ekonomi harus diupayakan oleh dua pihak (pusat dan daerah). Pada sisi lainnya, capaian positif yang diperoleh tidak boleh melenakan ketika kondisi diluar negeri mengalami guncangan. Hal-hal yang terjadi diluar negeri harus dimaknai sebagai warning akan dampak luasnya bagi ekonomi di masa mendatang, sehingga lebih memperhatikan kondisi di dalam negeri.
Salah satunya melalui pembangunan ekonomi dan perlindungan sosial regional yang digerakkan bersama-sama oleh belanja pemerintah (pusat dan daerah) dengan menjadikannya prioritas dalam pelaksanaan anggaran meski dalam waktu yang singkat. (rls)