KENDARI, Portal.id — Kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) PT Antam yang tengah bergulir di kejaksaan menyeret sejumlah nama, salah satunya Komisaris Utama (Komut) PT Tristaco Mineral Makmur (TMM), Tri Firdaus Akbarsya.
Tri Firdaus diduga ikut menikmati hasil dari sewa dokumen terbang penjualan ore nikel milik PT Antam di Blok Mandiodo, Kabupaten Konawe Utara (Konut).
Nama Komut PT TMM terkuak usai Rudy Hariadi Tjandra yang merupakan salah terpidana dalam kasus TPPU angkat bicara.
Rudi Hariadi melalui Kuasa Hukumnya, Nasruddin mengungkapkan, Komut PT TMM ikut serta dalam penjualan kuota bijih nikel, dengan modus menyewakan dokumen terbang alias milik PT TMM yang nilainya mencapai Rp83,4 miliar.
“Nikel yang dijual itu bukan dari wilayah konsesi PT TMM, melainkan dari wilayah IUP PT Antam di Blok Mandiodo yang digarap secara ilegal oleh sejumlah perusahaan,” ujar Nasruddin, Kamis (5/9/2024).
Nasruddin yang diberi kuasa oleh sang klien mendesak, serta mengajukan surat laporan kepada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tenggara (Sultra), untuk dilakukannya pemeriksaan terhadap Tri Firdaus.
Menurutnya, desakan yang dilayakan kepada kejaksaan karena pihaknya menilai nama Tri Firdaus luput dari pemeriksaan kasus korupsi ini.
Sebagai penguatan, Nasruddin mengungkapkan, pemeriksaan Tri Firdaus merupakan perintah majelin hakim berdasarkan putusan perkara korupsi tambang di PN Tipikor Kendari, yang dibacakan pada 6 Mei 2024 lalu.
“Seharusnya, sejak setelah putusan itu dibacakan penyidik langsung melakukan pemanggilan dan memeriksa Tri Firdaus Akbarsya. Karena putusan hakim itu sifatnya perintah,” ungkapnya.
Nasruddin menyayangkan kerja yang dilakukan oleh kejaksaan. Pasalnya, sejak putusan dibacakan hingga saat ini, penyidik Kejati Sultra belum melakukan pemeriksaan terhadap Tri Firdaus.
Tidak hanya itu, pihaknya juga telah menyurat kepada Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk meminta agar memerintahkan Kejati Sultra segara memeriksa Tri Firdaus.
“Berdasarkan fakta persidangan kasus korupsi itu yang dijabarkan dalam putusan PN Tipikor Kendari, PT TMM menyewakan dokumen terbang kepada Pelaksana Lapangan PT Lawu Agung Mining (LAM), Glen Ario Sudarto,” jelasnya.
Ia menuturkan, PT TMM sendiri memiliki kuota penjualan biji nikel berdasarkan persetujuan Rencana Kerja Anggaran Biaya (RKAB) yang diberikan oleh Dirjen Mineral dan Batubara Kementerian ESDM.
“Lalu, Glen Ario Sudarto menggunakan dokumen PT TMM itu untuk menjual bijih nikel yang dikeruk oleh sejumlah perusahaan tambang secara ilegal di wilayah IUP PT Antam kepada pembeli, yang kemudian hasil sewa dokumen terbang senilai Rp 83,4 miliar ini kemudian diserahkan kepada Direktur PT TMM Rudi Hariyadi Tjandra,” terangnya.
Kemudian, kliennya (Rudi Tjandra) mengirim sejumlah uang itu ke rekening perusahaan dan melaporkannya ke bendahara PT TMM bernama Kamaluddin.
Setelah itu, bendahara PT TMM kemudin diperintahkan untuk mentransfer uang itu ke Rudi Tjandra 2,5 dolar AS. Untuk Rudi Tjandra sendiri 0,5 dolar AS atau sekitar Rp7 miliar.
“Sisanya ditransfer ke rekening pribadi Tri Firdaus, jadi Rudi Tjandra menerima manfaat dari penjualan kuota ini,” jelasnya.
Namun sayangnya, kata Nasruddin, hakim justru menjatuhkan vonis Rudy Hariyadi Tjandra 5 tahun penjara dan membayar uang pengganti senilai Rp 83,4 miliar tersebut. Padahal, dirinya hanya menerima Rp7 miliar.
Seharusnya, lanjut dia, pihak yang dibebankan tanggung jawab untuk membayar uang pengganti Rp 83,4 miliar dikurangi Rp7 miliar itu adalah Tri Firdaus Akbarsya.
“Saya bertanya ke kejaksaan, kalau Glen di-TPPU (ditersangkakan lagi), kanapa Tri Firdaus didiamkan, saya patut menduga ya, jangan sampai ada sesuatu di balik ini,” tandasnya.
Laporan Ferito Julyadi